Popular Posts

Sunday, March 04, 2007

Musim Hujan dikota kekasih

Musim Hujan di Kota kekasih

Aku terbangun dari tidur, karena mendengar samar percikan air terjun buatan dari kolam milik tetanggaku di Private Drive 113. Dengan mata mengantuk masih setengah terbuka, aku melihat televisi didepanku sudah mati karena tombol mati otomatis yang kustel tadi malam. Aku memang tidur larut malam didepan TV karena opera sabun yang kutonton, hanya setengah jalan lalu akhirnya aku tertidur sebelum episodenya habis.

Aku menguap, masih mengantuk. Ruang TV ku masih gelap dan yang terdengar hanya bunyi percikan air terjun kolam kecil yang memberikan suasana sejuk bagai di pedesaan. Lalu aku melirik ke jam weker kecil diatas TV, pukul setengah lima pagi-aku berdesis. Jam weker hijau hadiah susu cokelat instant itu terlihat serasi dengan boneka dolphin biru muda yang ku jajarkan disebelahnya.

Aku akhirnya bangun, meluruskan badan dan segera berdiri. Aku memulai hari ini lebih awal dengan berwudlu dan sholat malam. Percikan-percikan aliran air dingin memenuhi wajahku dan menyegarkan aliran darahku. Lalu aku sholat dua rakaat dan mengakhirinya dengan doa yang penuh makna di malam menjelang subuh yang menyejukkan hati.

Selesai sholat malam dua rakaat aku mengintip ke luar gordyn ruang TV. Aku melihat cahaya bulan keperakan berpendar menerangi separuh teras depan rumahku. Langit malam yang pekat seolah-olah menerbarkan aliran kesegaran yang menerobos ke aliran darah. Segar dan dingin. Ini awal hari yang menyejukkan.

Sambil memanaskan sup hangat dari kulkas dan menggoreng daging beku yang dibawakan ibuku kemarin sore, aku kembali memikirkan kejadian-kejadian kemarin saat aku pulang ke Lhoknameru, kota kelahiranku.

Ingat ibuku, ayahku dan adik-adikku. Ingat Bibiku, nenek dan sepupu-sepupuku yang selalu bersikap hangat. Kami semua berkumpul di rumah nenek kemarin dan malamnya sahabatku, Thessa menginap dirumah dan kami tidur jam 1 malam.

Aku sekarang berada disini, dikota yang manis dan tidak akan membiarkanku sendirian. Meskipun aku tinggal sendiri disini tetapi kekasihku ada disini. Ini kotanya dan karena mencintainyalah aku tetap berada disini. Sebuah kota kecil Mahlayang Town yang sepi dan tenang.
Musim Panas di Kota Kekasih
Kota kekasih sudah tak seindah dulu lagi. Aku tak bisa lagi melihat aroma kehadiranmu menebarkan wewangian cinta disini setiap akhir minggu. Aku melepaskanmu pergi dari kehidupanku karena semakin lama situasi ini makin berat.
Ini sudah bulan pertama kita berpisah, aku tak bisa membayangkan betapa sedihnya diruku dan juga dirimu. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan untuk mengembalikan dirimu seperti dulu, sosok yang penuh semangat, cerdas, berbakat dan sangat percaya diri.
Kekasih..
Takdir memang tidak berpihak pada kita
Tapi.. Apa yang harus kulakukan untuk melupakanmu? Kenapa aku tak jua bisa melupakanmu...sampai seluruh darahku habis terbakar untukmu.
Musim Bunga di Kota Kekasih
Sepuluh Bulan Kemudian
Ini hari Pernikahanku dengan Sang Kekasih baruku. Kami akan menikah di Masjid Namirah di kota kekasih. Pernikahan sederhana dengan balutan kekhusyukan atas bukti menerima takdir Tuhan seutuhnya.
Aku memejamkan mata dan merasakan himpitan didadaku perlahan mulai membuka.
Tuhanku...Aku mencintaiMu dan Ridho atas TakdirMu. Aku tahu apapun yang Kau berikan kepadaku itulah yang terbaik dan aku beriman kepadaMu atas jalan hidup ini.
Saat itulah hari-hari cinta sejatiku mulai membuka. Aku melihat Si Tampan yang berdiri disebelahku melihatku sambil tersenyum. Ia menebarkan wangi cinta yang telah lama kutangisi kepergiannya.
Aku telah abadi di Kota Kekasih...

No comments: