Popular Posts

Thursday, June 09, 2011

Alexis

ALEXIS


Nama aslinya Alex putra, tapi ia menukarnya dgn nama berbau rusia, Alexis michailov.
Ia sepupuku, temanku sejak bayi sampai tumbuh remaja. Kami berkembang bersama sama dirumah nenek yg luas, penuh etiket dan disiplin. Bersama sama dengan Alex, aku menabrak semua aturan dirumah itu, melakukan apa saja yg membuat tak seorangpun menegur kami, bandel luar biasa.
Tamat sekolah menengah pertama ibu dan ayahku memasukkanku kepesantren dipulau jawa, mereka tak ingin aku selalu jadi "partner in crime"nya Alex. Orang tua Alex sendiri menyekolahkannya berpindah2, setiap berbuat nakal ia dikeluarkan dan begitu seterusnya.
Alex meneleponku saat aku telah seminggu berada dpesantren dan mulai belajar bahasa asing. Ia bilang aku harus keluar dari tempat itu bagaimanapun caranya, lalu pulang. Namun aku tak menurutinya, aku tak ingin ortuku kecewa lagipula disini mulai menyenangkan juga, pikirku.
Begitulah, sejak itu sepupuku tersayang itu tak pernah lagi menanyakan kabarku. Kami mulai jauh dan aku terlalu asik belajar, ketika kutemukan dunia baru yg lebih indah, ada Tuhan, ilmu, masa depan dan aku bebas merancangnya sesuai mauku.
Lulus dari pesantren, aku ikut ujian masuk universitas negeri. Aku diterima di salah satu perguruan tinggi terbaik dinegeri ini dan mengambil jurusan favoritku, design grafis.
Ibuku bilang Alex dipaksa kuliah di univ.swasta yg mahal, namun ipk nya nasakom, lalu ia pacaran dgn cewek bar yg katanya penyanyi. Terakhir ibuku bilang Alex membuat nenek sakit jantung krn ditangkap polisi kasus jual beli mobil curian.
Aku makin jauh dgn Alex, sampai akhirnya kehidupanku terus berjalan. Aku bekerja, menikah dgn pemuda yg kucintai dan punya anak.
Hidup seperti potongan2 puzzle tak beraturan ketika kau tak menyadarinya. Lalu takdir dan nasip bermain diatasnya, mengubah duka jadi cinta dan terpuruk jadi rindu.
Seperti semburat senyuman jingga diawal senja, hidupku kurancang sempurna. Aku tak ingat lagi pernah cabut dari sekolah, langganan distrap kepsek dan berbuat kriminal sbg ajudan terpercaya saudara kesayanganku, sepupuku Alex si tukang berkelahi.
Begitulah, seperti kataku kami tak pernah lg bertemu. Alex jg tak pernah pulang krumah nenek. Ia mengacak2 potongan puzzlenya dari kami semua, mengacaukan hidupnya dan berkencan dgn perempuan2 nakal dan mendapatkan byk uang panas. Hal itu membuat kuping kami semua panas namun kami tau ia sdh dewasa dan tak mau pulang.
Nenekku mengatakan alex adalah anggota keluarga yg gagal. Ibarat dalam sebuah peternakan ulat, tak semuanya bermetamorfosis sempurna jadi kupu kupu, beberapa mgkn akan gagal krn beragam sebab.
Aku juga tak mau ambil berat, ini urusan masing masing dgn Tuhan, kurasa Alex tau apa yg dilakukannya.
Hanya doa agar ia mau pulang, meninggalkan semua kesenangan tak jelasnya dan memikirkan masa dpn bersama2 kami.
Begitulah cara Tuhan bekerja, ketika potongan potongan puzzle yg tercabut dari papannya, ingin disatukan. Tetap masih bisa asalkan ada kemauan dari pribadinya.
Suatu malam, pukul dua belas tengah malam, aku dan suamiku terjebak kemacetan luar biasa dijalan lintas kota menuju rumah kami. Mobilku nyaris ditabrak sebuah chevrolet pick up bak terbuka berkecepatan tinggi dari arah belakang, beruntung kami berhasil menikung cepat dan selamat.
Pengemudi mabuk itu menghantam trotoar dan berputar 90 derajat dgn rem berdecit decit tak beraturan dan disusul bunyi BRAK yg keras.
Sipengemudi yg mabuk itu jatuh pingsan begitu juga perempuan berpakaian super ketat dan berambut panjang yg dicat merah disebelah si pengemudi. Keduanya berbau alkohol keras memuakkan penciuman kami dan mrk mengalami benturan keras dikepala.
Potongan keping2 puzzle itu dtemukan, dialah Alex sepupuku yg hilang. Ia akhirnya kami temukan dgn cara yg aneh tak menyenangkan. Keluarga memutuskan membawanya pulang krmh orangtuanya, menyadarkannya dari kehidupan gelapnya dan mungkin mencarikannya perempuan baik untuk mendampinginya. Doa siang malam nenek, ayah dan ibunya, kakak kakak, adik adik dan kami semua suatu saat pasti terjawab. Potongan puzzle itu menyerah untuk disusun, sang ulat tumbuh jadi kupu2 dlm versi yg lain. Namun tetap sebuah keluarga yg saling mendoakan. Aku berharap suatu saat Alex tersenyum lagi padaku dan menerimaku lg sbg adiknya dalam misi kami yg belum selesai dulu.
Tak seharusnya smua hal yg indah dan manis diakhiri dgn buruk, niscaya doa kan membuat semua anggota keluarga bersatu dalam cinta versi masing-masing.

Episode Kelabu

EPISODE KELABU


Aku meninggal dmalam tahun baru. Saat itu pesta kembang api ditaman kota yg penuh sesak oleh orang orang. Lalu tiba2 kerumunan orang berteriak keras, aku merasakan tubuhku dihantam sesuatu yang panas, tajam dan menyengat. Tubuhku mendadak lemas didera kesakitan yang amat sangat. Lalu semuanya menghilan dalam pandanganku, gelap, dingin dan sendirian. Aku merasa sdg menyusuri lorong panjang yg kotor dan memuakkan, saat itu aku sudah mati.
Karena itu aku benci tahun baru, aku terlalu takut pada kembang api, pada kerumunan, pada senjata, pada mobil, pada teriakan mengerikan massa yg histeris melihat tubuhku tak utuh lg.
Aku masih terlalu muda untuk mati.
Lalu malam ini malam tahun baru entah keberapa yg kusaksikan setelah kematianku.
Aku terlalu tertekan untuk memperingatkan mereka yg berkerumun dijalanan, melompat2 agresif dikonser musik, berdansa dikarpet merah socialita. Ah aku terlalu diam untuk bilang kalau nasip mereka akan sepertiku. Jiwa jiwa yg tak percaya hukuman tuhan pada tiap serpihan dosa. Biarlah mereka rasai sendiri lalu nanti akan rela menjual jiwa agar bisa kembali kebumi. Menebus kesalahan, membuang keinginan binatang karna kita manusia, punya akal untuk melawan nafsu dgn sisa sisa iman yg tersisa.
Andai saja mereka tahu,,
lalu aku melihat siluet dilangit, berpendar pendar dan diiringi jutaan malaikat bersayap dan bau melati semerbak menusuk hatiku.
Pasukan malaikat itu memenuhi langit sebuah mesjid yg menggelar pengajian anak2 belia dgn hati selembut awan.
Ah, aku iri pada mrk

Die in his Birthday


a story

Brady adalah playboy nomor wahid. Popularitas mencengangkannya tsb sudah menempel dibenak cewek-cewek yg mengenalnya. Entah sudah berapa kali ia merayu cewek dgn gombalan setannya lalu mencampakkan mereka ketika hasrat tlah usai. Membuat kenangan buruk dihati orang2 yg pernah dekat dgnnya.
Brady kali ini bertemu lawan yg sebanding, ia jatuh cinta pada Rosha Nelson-cewek misterius yg dkenalnya dilorong rumah sakit tempat ibu cewek itu dirawat. Tampilan Rosha dgn mata coklat hazel dan rambut hitam mengilat yg sempurna memukaunya, Brady mabuk kepayang dan membuat hubungan dgn Allie, pacarnya menjadi tak jelas. Namun setiap kali ia berdekatan dgn Rosha, Brady selalu terkena kecelakaan tak terduga, tangannya melepuh, lengannya tertusuk pisau pembuka surat, mobilnya hancur menabrak plang jalan saat Rosha mengemudi berkecepatan tinggi sepulang kencan. Hal itu membuat Brady terkena masalah besar.
Anehnya setiap kecelakaan yg dialaminya, saat mrk bersama, Rosha baik2 saja dan hanya Brady yg berdarah darah.
Kecelakaan yg paling parah saat suatu sore ia muntah darah hebat krn dadanya remuk, barbel menghantam dada Brady, hal itu terjadi ketika mendadak Rosha menemuinya diruang fitness.
Brady dirawat beberapa bulan dirumah sakit krn cedera serius. Hal itu membuat prihatin keluarga dan sahabat sahabatnya. Mereka tak habis pikir mengapa Brady masih saja tergila2 pada cewek cantik yg suka menghilang dikala genting atau diperiksa polisi, cewek yg selalu bepergian dgn tas dan dompet kosong, cewek yg nyaris membunuhnya.

Selama ia dirumah sakit sekalipun Rosha tak pernah menjenguknya, cewek itu menghilang.
Lalu suatu hari, setelah ia diizinkan keluar dari rumah sakit, Brady memutuskan mencari alamat yg dberikan Rosha "park drive,13 south". Ternyata hanya tanah kosong bekas pekuburan massal yg akan dijadikan perumahan elite. Juga dua nomor telepon yg dberikan Rosha padanya, semuanya salah sambung dan mereka tak kenal cewek bernama Rosha.
Brady tak habis pikir kemana cewek itu menghilang namun sejak itu ia memang tak pernah lagi bertemu Rosha.
Ternyata Rosha menemuinya dimalam ulang tahunnya dibulan Oktober awal musim gugur yg dingin, untuk mengajak Brady bertemu dan memberinya kado.
Brady yg mabuk kepayang tentu saja menurut, ia nekat menemui Rosha pukul sebelas malam sesuai permintaan cewek itu.
Mereka bertemu dikafe diujung blok yg buka sampai pagi. Disana Rosha mengajaknya berdansa dengan pisau ditangan kanannya, tepat menghujam kepunggung Pemuda malang itu.
Tubuh Brady dibiarkan tergeletak dilantai berkarpet coklat. Ditengah musik yg kencang dan ribut juga riuh oleh suara suara tawa dan cekikikan.
Tak ada yg memperhatikan Brady, mereka semua hanyut dalam hiruk pikuk dan bau alkohol yg menyeruak pekat ke seantero ruangan.
Ditengah rasa sakit luar biasa yg menderanya, Brady berusaha meminta tolong pada Rosha. Namun cewek itu berjongkok dgn anggun disisi tubuhnya yg terjerembab dikarpet yg tergenang oleh darah lengket.
Rosha tersenyum puas sambil mengerjab dan menyibak rambut hitam panjang bergelungnya dgn buku buku jarinya. Bau parfum channel no.5 menyeruak dibelakangnya bercampur amis darah menusuk hidung Brady.
Rosha berbisik pelan "selamat ulang tahun"
lalu perlahan Brady melihat pemandangan mengerikan dihadapannya. Rosha berubah perlahan menjadi bayangan sosok tubuh yg dikenalnya, ada Nadine, Jenny, Farah, Therecia, Daisy dan beberapa gadis cantik lain yg pernah dikencaninya dan diputuskannya tanpa alasan. Lalu potongan potongan wajah mirip bayangan itu mengitarinya makin lama makin cepat, makin aneh, Brady makin lemah semua yg dihadapannya makin samar. Brady kehabisan byk darah dan ia jatuh pingsan.
Bayangan bayangan itu sirna perlahan menyerupai kabut tipis yg mengapung lalu lenyap, meninggalkan Brady yg luka dan lemah dan tak berdaya.
Rosha pun lenyap tak berbekas, menghilang bersama musim semi yg mulai digantikan musim gugur. Menjatuhkan daun daun cokelat pohon maple yg kering. Menghukum manusia yang menjadikan cinta permainan yg menyiksa, yeah seperti Brady Jones.

A fictional

Monday, May 02, 2011

Rumah sakit malam itu


MENJELANG MALAM

Hari ini aku praktek jaga lagi. Seharusnya sih libur, tapi berhubung dokter berhalangan masuk karena keluar kota akhirnya aku harus jaga malam diruang UGD malam ini.

"Dian, usahakan semuanya kamu yang handle ya, saya benar2 ga bisa diganggu kali ini, saya percaya kamu bisa lho, kan sudah biasa kamu ditinggal sendiri buktinya semua lancar2 aja kan?"ujar Dokter Desy diujung telepon. Ia sudah dibandara saat itu.

"Hm..iya dok" jawabku sambil garuk2 kepala.

Apes deh...

Sebenarnya sih aku ga pernah ditinggal jaga malam sendirian begini, biasanya juga ada perawat-perawat yang lain. Tapi apesnya, malam ini dua perawat jaga pada absent semua. Gina bilang dia koordinator acara nuzulul quran malam ini dimesjid dekat rumahnya, tapi klo Farah aku nggak tau kabarnya kemana dia biasa ngabur2 ga jelas begitu.

Eh iya, btw ini kan malam 17 Ramadhan ya. Malam Nuzulul Qur'an.

Aku berfikir untuk mengisi waktu tengah malam nanti dengan tadarusan sambil nungguin pasien (mudah2an aja ga ada pasen UGD datang malam ini). Tapi nanti aja deh ngajinya, menjelang tengah malam aja akn lebih afdol gitu. Sekarang aku kepengen nonton TV dulu dilobi klinik, Security jaga yang piket malam ini juga pasti lagi nonton disana.

Baru melangkah diujung koridor, Pak Amat security jaga tergopoh2 datang kearahku.

Rupanya giliran Pak Amat yang jaga malam.

"Mbak Dian, ada pasien gawat darurat didepan"

"Suruh langsung masuk aja Pak" tukasku.

Yahh..baru aja mau nyantai2 nonton tv udah ada pasien yang datang, pikirku agak ga ikhlas. Mudah2an aja kondisi pasiennya ga parah2 amat.

Weks, begitu sampai ke ruang UGD aku terperangah kaget melihat kondisi pasien yang datang. Kakek itu sudah uzur, kutaksir usianya sudah 80 lebih. Tubuhnya yang ringkih dan lemah betul-betul dalam kondisi yang menyedihkan. Ia tak bisa bernafas. Secepat kilat aku langsung memberikan pertolongan pertama, memasang selang infus, monitor detak jantung, alat pemicu kesadaran dan anestesi.

Seketika aku merasakan tubuhku merinding.

Aku tahu aku sedang berhadapan dengan siapa, seorang kakek yang akan menghadapi sakaratul maut.

Pasti diruangan ini sudah Malaikat Izrailnya..Hm.. serem bgt, pikirku Horor.

"Pak Amat, mana keluarganya? suruh masuk, saya mau bicara"

"Iya mbak" tergopoh-gopoh pak Amat keluar.

Alasan sebenarnya selain itu, aku juga mau ditemani ama keluarga si Kakek. Kan ga lucu aku sendirian nungguin beliau malam2 begini. Pikiranku udah mendadak mulai Horor lagi.

Aduh...

Sang kakek merintih menahan kesakitan dengan suara tertahan, tubuhnya nyaris membiru. Dengan bantuan alat, aku berhasil membuatnya bernafas perlahan. Tapi tetap saja, aku harus bicara dengan keluarganya tentang kondisi sang kakek yang kritis, berharap mereka mengerti. Kelihatan jelas sang kakek tak akan sanggup bertahan lebih lama.

"Mbak Dian.., cuma bapak ini yang nganterin" ujar Pak Amat yang tiba2 datang membawa lelaki tua yang badannya ga kalah ringkih dari sikakek.

"Lho?" aku melongo.

"Mana keluarga pasien?"

"Saya tukang kebunnya Bapak, keluarganya Bapak diluar negeri semua mbak, ga ada siapa2"

"Masya Allah, kasihan bener si Kakek" batinku dalam hati.

Tega banget tuh keluarganya.

Aku mendengar Pak Amat mengobrol dengan Bapak Tukang kebun dengan wajah cemas.

"Ayo pak, bimbing Bapak mengucapkan kalimat tayyibah, bacain alquran atau didoain apa kek.. ayo pak!!" ujarku pada si bapak tukang kebun.

"Saya ga bisa ngaji mbak..." tukas Pak Penjaga Kebun dengan wajah pucat.

"Ya Ampun..trus siapa dong yang bantuin do'a?, coba Pak Amat aja deh" perintahku pada pak Amat.

"Yah mbak...saya juga ga bisa ngaji.." ujar Pak Amat gelagapan sambil garuk2 kepala.

Akhirnya dua lelaki tua yang ga bisa ngaji itu kebingungan disudut ruang UGD, menontonku membimbing sang kakek mengucapkan lafal kalimat2 Tayyibah.

Beberapa menit kemudian kesadaran sang kakek pulih, matanya perlahan membuka. Aku masih memegang erat tangannya yang dingin.

"Suwito..." ia menggumam tak jelas.

"Su..wito........."

Berkali-kali ia memanggil2 nama seseorang, dengan mendesis kepayahan menahan kesakitan yang amat sangat.

"Suwito itu siapa pak?" tanyaku pada Bapak Penjaga Kebun.

"Anak kesayangannya Bapak yang tinggal di Jerman, ia tadi menelepon ga bisa datang"

Aku menarik nafas panjang.

Kasihan sekali Kakek ini. Tak ada siapapun didetik2 menjelang kepergiannya. Ia sendirian dan hanya diantar tukang kebunnya yang ga ada hubungan keluarga.

Beberapa menit berlalu, aku berusaha terus berdoa. Sambil terus menambah dosis obat penawar rasa sakit kedalam botol sikakek. Aku terus mengajarinya bersyahadat.

Jam dinding diatas ruangan berdetak menimbulkan suara tak tik tuk yang keras. Suasana sangat sepi. Dua lelaki tua yang ga bisa ngaji itu membeku disudut ruangan dengan cemas.

Mereka pasti tahu waktu sikakek takkan lama lagi.

"Aku melirik jam dinding diatas ruangan, Hampir pukul dua belas tengah malam.

Kedua Bapak2 yang menontonku tadi udah keluar, Pak Amat mau mengontrol situasi didepan. Si Bapak Penjaga kebun mungkin ke toilet. Udah hampir 2 jam dia bengong disudut dari tadi, ga ngapa2in.

Aku sendirian diruangan itu, ditemani sang pasien si Kakek yang sedang menghadapi sakaratul maut.

Ini pertama kalinya dalam hidupku.

Perlahan namun samar, aku melihat bayangan. Beberapa pria berjubah putih duduk mengelilingi sang Kakek yang terbaring lemah. Dapat kuhitung ada 3 orang pria berjubah, kesemuanya berjenggot panjang dan berwajah samar.

Ketiga pria itu berbarengan menengadahka tangannya lalu serentak menoleh ke arahku.

Aku merinding.

Aku hampir dapat melihat wajah mereka yang ditutupi jubah putih panjang. Namun samar, mereka sedang membimbing seorang lelaki yang perlahan mulai terlihat jelas dalam pandanganku.

Bulu kudukku tambah merinding.

Aku terus membaca syahadat, dengan rasa ketakutan yang amat luar biasa. Mencoba membaca sekeras2nya semua ayat alquran yang kuhapal dengan tubuh mengigil.

Aku tak mungkin kabur dari ruangan itu, bukan? Mana ada perawat yang kabur saat sang pasen sedang menghadapi maut.

"La..ilaha Illallah...Allahu Akbar.."

Aku mengucapkannya beruang-ulang disisi sang kakek.

Tik

Tik

Dua detik berlalu, aku masih membeku dan terus bersyahadat sambil memejamkan mata, berusaha tidak melihat pemandangan dihadapanku.

Lalu aku mendengar suara samar dari bibir sang kakek, samar namun jelas dan mantap.

"la..ilaha illalah..."

Sekelebat aku melihat seorang pria berjubah lagi, ia mendekat kearahku dan tersenyum. Aku bisa melihat wajahnya yang teduh.

Persis wajah sikakek.

Tit..tit..tit...

Alarm pengontrol detak jantung berbunyi keras mengagetkanku, sang Kakek telah menghembuskan nafas terakhirnya.

Semenit kemudian aku melihat semuanya samar, bayangan2 itu telah pergi. Ditengah cahaya bolham putih ruangan itu aku melihat bayangan tubuhku dipantulkan ke dinding, tak ada siapapun disana selain aku.

Jam dinding menunjukkan pukul Dua belas lewat sepuluh menit tengah malam.

"Pak Amat!!!" teriakku sambil ngacir ke pintu dengan nafas tersengal.

Ya Allah, aku mau ambil wudlu dan mau mengaji, ga ditunda2 lagipokoknya. Aku ingin kematian yang Husnul Khotimah. Aku sudah merasa Allah menitipkan pesan tentang kematian padaku dari kejadian malam ini.

Aku harus memperbanyak ibadah, apalagi ini bulan puasa.

(Duri, 21 September 2008)