Popular Posts

Thursday, June 09, 2011

Alexis

ALEXIS


Nama aslinya Alex putra, tapi ia menukarnya dgn nama berbau rusia, Alexis michailov.
Ia sepupuku, temanku sejak bayi sampai tumbuh remaja. Kami berkembang bersama sama dirumah nenek yg luas, penuh etiket dan disiplin. Bersama sama dengan Alex, aku menabrak semua aturan dirumah itu, melakukan apa saja yg membuat tak seorangpun menegur kami, bandel luar biasa.
Tamat sekolah menengah pertama ibu dan ayahku memasukkanku kepesantren dipulau jawa, mereka tak ingin aku selalu jadi "partner in crime"nya Alex. Orang tua Alex sendiri menyekolahkannya berpindah2, setiap berbuat nakal ia dikeluarkan dan begitu seterusnya.
Alex meneleponku saat aku telah seminggu berada dpesantren dan mulai belajar bahasa asing. Ia bilang aku harus keluar dari tempat itu bagaimanapun caranya, lalu pulang. Namun aku tak menurutinya, aku tak ingin ortuku kecewa lagipula disini mulai menyenangkan juga, pikirku.
Begitulah, sejak itu sepupuku tersayang itu tak pernah lagi menanyakan kabarku. Kami mulai jauh dan aku terlalu asik belajar, ketika kutemukan dunia baru yg lebih indah, ada Tuhan, ilmu, masa depan dan aku bebas merancangnya sesuai mauku.
Lulus dari pesantren, aku ikut ujian masuk universitas negeri. Aku diterima di salah satu perguruan tinggi terbaik dinegeri ini dan mengambil jurusan favoritku, design grafis.
Ibuku bilang Alex dipaksa kuliah di univ.swasta yg mahal, namun ipk nya nasakom, lalu ia pacaran dgn cewek bar yg katanya penyanyi. Terakhir ibuku bilang Alex membuat nenek sakit jantung krn ditangkap polisi kasus jual beli mobil curian.
Aku makin jauh dgn Alex, sampai akhirnya kehidupanku terus berjalan. Aku bekerja, menikah dgn pemuda yg kucintai dan punya anak.
Hidup seperti potongan2 puzzle tak beraturan ketika kau tak menyadarinya. Lalu takdir dan nasip bermain diatasnya, mengubah duka jadi cinta dan terpuruk jadi rindu.
Seperti semburat senyuman jingga diawal senja, hidupku kurancang sempurna. Aku tak ingat lagi pernah cabut dari sekolah, langganan distrap kepsek dan berbuat kriminal sbg ajudan terpercaya saudara kesayanganku, sepupuku Alex si tukang berkelahi.
Begitulah, seperti kataku kami tak pernah lg bertemu. Alex jg tak pernah pulang krumah nenek. Ia mengacak2 potongan puzzlenya dari kami semua, mengacaukan hidupnya dan berkencan dgn perempuan2 nakal dan mendapatkan byk uang panas. Hal itu membuat kuping kami semua panas namun kami tau ia sdh dewasa dan tak mau pulang.
Nenekku mengatakan alex adalah anggota keluarga yg gagal. Ibarat dalam sebuah peternakan ulat, tak semuanya bermetamorfosis sempurna jadi kupu kupu, beberapa mgkn akan gagal krn beragam sebab.
Aku juga tak mau ambil berat, ini urusan masing masing dgn Tuhan, kurasa Alex tau apa yg dilakukannya.
Hanya doa agar ia mau pulang, meninggalkan semua kesenangan tak jelasnya dan memikirkan masa dpn bersama2 kami.
Begitulah cara Tuhan bekerja, ketika potongan potongan puzzle yg tercabut dari papannya, ingin disatukan. Tetap masih bisa asalkan ada kemauan dari pribadinya.
Suatu malam, pukul dua belas tengah malam, aku dan suamiku terjebak kemacetan luar biasa dijalan lintas kota menuju rumah kami. Mobilku nyaris ditabrak sebuah chevrolet pick up bak terbuka berkecepatan tinggi dari arah belakang, beruntung kami berhasil menikung cepat dan selamat.
Pengemudi mabuk itu menghantam trotoar dan berputar 90 derajat dgn rem berdecit decit tak beraturan dan disusul bunyi BRAK yg keras.
Sipengemudi yg mabuk itu jatuh pingsan begitu juga perempuan berpakaian super ketat dan berambut panjang yg dicat merah disebelah si pengemudi. Keduanya berbau alkohol keras memuakkan penciuman kami dan mrk mengalami benturan keras dikepala.
Potongan keping2 puzzle itu dtemukan, dialah Alex sepupuku yg hilang. Ia akhirnya kami temukan dgn cara yg aneh tak menyenangkan. Keluarga memutuskan membawanya pulang krmh orangtuanya, menyadarkannya dari kehidupan gelapnya dan mungkin mencarikannya perempuan baik untuk mendampinginya. Doa siang malam nenek, ayah dan ibunya, kakak kakak, adik adik dan kami semua suatu saat pasti terjawab. Potongan puzzle itu menyerah untuk disusun, sang ulat tumbuh jadi kupu2 dlm versi yg lain. Namun tetap sebuah keluarga yg saling mendoakan. Aku berharap suatu saat Alex tersenyum lagi padaku dan menerimaku lg sbg adiknya dalam misi kami yg belum selesai dulu.
Tak seharusnya smua hal yg indah dan manis diakhiri dgn buruk, niscaya doa kan membuat semua anggota keluarga bersatu dalam cinta versi masing-masing.

Episode Kelabu

EPISODE KELABU


Aku meninggal dmalam tahun baru. Saat itu pesta kembang api ditaman kota yg penuh sesak oleh orang orang. Lalu tiba2 kerumunan orang berteriak keras, aku merasakan tubuhku dihantam sesuatu yang panas, tajam dan menyengat. Tubuhku mendadak lemas didera kesakitan yang amat sangat. Lalu semuanya menghilan dalam pandanganku, gelap, dingin dan sendirian. Aku merasa sdg menyusuri lorong panjang yg kotor dan memuakkan, saat itu aku sudah mati.
Karena itu aku benci tahun baru, aku terlalu takut pada kembang api, pada kerumunan, pada senjata, pada mobil, pada teriakan mengerikan massa yg histeris melihat tubuhku tak utuh lg.
Aku masih terlalu muda untuk mati.
Lalu malam ini malam tahun baru entah keberapa yg kusaksikan setelah kematianku.
Aku terlalu tertekan untuk memperingatkan mereka yg berkerumun dijalanan, melompat2 agresif dikonser musik, berdansa dikarpet merah socialita. Ah aku terlalu diam untuk bilang kalau nasip mereka akan sepertiku. Jiwa jiwa yg tak percaya hukuman tuhan pada tiap serpihan dosa. Biarlah mereka rasai sendiri lalu nanti akan rela menjual jiwa agar bisa kembali kebumi. Menebus kesalahan, membuang keinginan binatang karna kita manusia, punya akal untuk melawan nafsu dgn sisa sisa iman yg tersisa.
Andai saja mereka tahu,,
lalu aku melihat siluet dilangit, berpendar pendar dan diiringi jutaan malaikat bersayap dan bau melati semerbak menusuk hatiku.
Pasukan malaikat itu memenuhi langit sebuah mesjid yg menggelar pengajian anak2 belia dgn hati selembut awan.
Ah, aku iri pada mrk

Die in his Birthday


a story

Brady adalah playboy nomor wahid. Popularitas mencengangkannya tsb sudah menempel dibenak cewek-cewek yg mengenalnya. Entah sudah berapa kali ia merayu cewek dgn gombalan setannya lalu mencampakkan mereka ketika hasrat tlah usai. Membuat kenangan buruk dihati orang2 yg pernah dekat dgnnya.
Brady kali ini bertemu lawan yg sebanding, ia jatuh cinta pada Rosha Nelson-cewek misterius yg dkenalnya dilorong rumah sakit tempat ibu cewek itu dirawat. Tampilan Rosha dgn mata coklat hazel dan rambut hitam mengilat yg sempurna memukaunya, Brady mabuk kepayang dan membuat hubungan dgn Allie, pacarnya menjadi tak jelas. Namun setiap kali ia berdekatan dgn Rosha, Brady selalu terkena kecelakaan tak terduga, tangannya melepuh, lengannya tertusuk pisau pembuka surat, mobilnya hancur menabrak plang jalan saat Rosha mengemudi berkecepatan tinggi sepulang kencan. Hal itu membuat Brady terkena masalah besar.
Anehnya setiap kecelakaan yg dialaminya, saat mrk bersama, Rosha baik2 saja dan hanya Brady yg berdarah darah.
Kecelakaan yg paling parah saat suatu sore ia muntah darah hebat krn dadanya remuk, barbel menghantam dada Brady, hal itu terjadi ketika mendadak Rosha menemuinya diruang fitness.
Brady dirawat beberapa bulan dirumah sakit krn cedera serius. Hal itu membuat prihatin keluarga dan sahabat sahabatnya. Mereka tak habis pikir mengapa Brady masih saja tergila2 pada cewek cantik yg suka menghilang dikala genting atau diperiksa polisi, cewek yg selalu bepergian dgn tas dan dompet kosong, cewek yg nyaris membunuhnya.

Selama ia dirumah sakit sekalipun Rosha tak pernah menjenguknya, cewek itu menghilang.
Lalu suatu hari, setelah ia diizinkan keluar dari rumah sakit, Brady memutuskan mencari alamat yg dberikan Rosha "park drive,13 south". Ternyata hanya tanah kosong bekas pekuburan massal yg akan dijadikan perumahan elite. Juga dua nomor telepon yg dberikan Rosha padanya, semuanya salah sambung dan mereka tak kenal cewek bernama Rosha.
Brady tak habis pikir kemana cewek itu menghilang namun sejak itu ia memang tak pernah lagi bertemu Rosha.
Ternyata Rosha menemuinya dimalam ulang tahunnya dibulan Oktober awal musim gugur yg dingin, untuk mengajak Brady bertemu dan memberinya kado.
Brady yg mabuk kepayang tentu saja menurut, ia nekat menemui Rosha pukul sebelas malam sesuai permintaan cewek itu.
Mereka bertemu dikafe diujung blok yg buka sampai pagi. Disana Rosha mengajaknya berdansa dengan pisau ditangan kanannya, tepat menghujam kepunggung Pemuda malang itu.
Tubuh Brady dibiarkan tergeletak dilantai berkarpet coklat. Ditengah musik yg kencang dan ribut juga riuh oleh suara suara tawa dan cekikikan.
Tak ada yg memperhatikan Brady, mereka semua hanyut dalam hiruk pikuk dan bau alkohol yg menyeruak pekat ke seantero ruangan.
Ditengah rasa sakit luar biasa yg menderanya, Brady berusaha meminta tolong pada Rosha. Namun cewek itu berjongkok dgn anggun disisi tubuhnya yg terjerembab dikarpet yg tergenang oleh darah lengket.
Rosha tersenyum puas sambil mengerjab dan menyibak rambut hitam panjang bergelungnya dgn buku buku jarinya. Bau parfum channel no.5 menyeruak dibelakangnya bercampur amis darah menusuk hidung Brady.
Rosha berbisik pelan "selamat ulang tahun"
lalu perlahan Brady melihat pemandangan mengerikan dihadapannya. Rosha berubah perlahan menjadi bayangan sosok tubuh yg dikenalnya, ada Nadine, Jenny, Farah, Therecia, Daisy dan beberapa gadis cantik lain yg pernah dikencaninya dan diputuskannya tanpa alasan. Lalu potongan potongan wajah mirip bayangan itu mengitarinya makin lama makin cepat, makin aneh, Brady makin lemah semua yg dihadapannya makin samar. Brady kehabisan byk darah dan ia jatuh pingsan.
Bayangan bayangan itu sirna perlahan menyerupai kabut tipis yg mengapung lalu lenyap, meninggalkan Brady yg luka dan lemah dan tak berdaya.
Rosha pun lenyap tak berbekas, menghilang bersama musim semi yg mulai digantikan musim gugur. Menjatuhkan daun daun cokelat pohon maple yg kering. Menghukum manusia yang menjadikan cinta permainan yg menyiksa, yeah seperti Brady Jones.

A fictional

Monday, May 02, 2011

Rumah sakit malam itu


MENJELANG MALAM

Hari ini aku praktek jaga lagi. Seharusnya sih libur, tapi berhubung dokter berhalangan masuk karena keluar kota akhirnya aku harus jaga malam diruang UGD malam ini.

"Dian, usahakan semuanya kamu yang handle ya, saya benar2 ga bisa diganggu kali ini, saya percaya kamu bisa lho, kan sudah biasa kamu ditinggal sendiri buktinya semua lancar2 aja kan?"ujar Dokter Desy diujung telepon. Ia sudah dibandara saat itu.

"Hm..iya dok" jawabku sambil garuk2 kepala.

Apes deh...

Sebenarnya sih aku ga pernah ditinggal jaga malam sendirian begini, biasanya juga ada perawat-perawat yang lain. Tapi apesnya, malam ini dua perawat jaga pada absent semua. Gina bilang dia koordinator acara nuzulul quran malam ini dimesjid dekat rumahnya, tapi klo Farah aku nggak tau kabarnya kemana dia biasa ngabur2 ga jelas begitu.

Eh iya, btw ini kan malam 17 Ramadhan ya. Malam Nuzulul Qur'an.

Aku berfikir untuk mengisi waktu tengah malam nanti dengan tadarusan sambil nungguin pasien (mudah2an aja ga ada pasen UGD datang malam ini). Tapi nanti aja deh ngajinya, menjelang tengah malam aja akn lebih afdol gitu. Sekarang aku kepengen nonton TV dulu dilobi klinik, Security jaga yang piket malam ini juga pasti lagi nonton disana.

Baru melangkah diujung koridor, Pak Amat security jaga tergopoh2 datang kearahku.

Rupanya giliran Pak Amat yang jaga malam.

"Mbak Dian, ada pasien gawat darurat didepan"

"Suruh langsung masuk aja Pak" tukasku.

Yahh..baru aja mau nyantai2 nonton tv udah ada pasien yang datang, pikirku agak ga ikhlas. Mudah2an aja kondisi pasiennya ga parah2 amat.

Weks, begitu sampai ke ruang UGD aku terperangah kaget melihat kondisi pasien yang datang. Kakek itu sudah uzur, kutaksir usianya sudah 80 lebih. Tubuhnya yang ringkih dan lemah betul-betul dalam kondisi yang menyedihkan. Ia tak bisa bernafas. Secepat kilat aku langsung memberikan pertolongan pertama, memasang selang infus, monitor detak jantung, alat pemicu kesadaran dan anestesi.

Seketika aku merasakan tubuhku merinding.

Aku tahu aku sedang berhadapan dengan siapa, seorang kakek yang akan menghadapi sakaratul maut.

Pasti diruangan ini sudah Malaikat Izrailnya..Hm.. serem bgt, pikirku Horor.

"Pak Amat, mana keluarganya? suruh masuk, saya mau bicara"

"Iya mbak" tergopoh-gopoh pak Amat keluar.

Alasan sebenarnya selain itu, aku juga mau ditemani ama keluarga si Kakek. Kan ga lucu aku sendirian nungguin beliau malam2 begini. Pikiranku udah mendadak mulai Horor lagi.

Aduh...

Sang kakek merintih menahan kesakitan dengan suara tertahan, tubuhnya nyaris membiru. Dengan bantuan alat, aku berhasil membuatnya bernafas perlahan. Tapi tetap saja, aku harus bicara dengan keluarganya tentang kondisi sang kakek yang kritis, berharap mereka mengerti. Kelihatan jelas sang kakek tak akan sanggup bertahan lebih lama.

"Mbak Dian.., cuma bapak ini yang nganterin" ujar Pak Amat yang tiba2 datang membawa lelaki tua yang badannya ga kalah ringkih dari sikakek.

"Lho?" aku melongo.

"Mana keluarga pasien?"

"Saya tukang kebunnya Bapak, keluarganya Bapak diluar negeri semua mbak, ga ada siapa2"

"Masya Allah, kasihan bener si Kakek" batinku dalam hati.

Tega banget tuh keluarganya.

Aku mendengar Pak Amat mengobrol dengan Bapak Tukang kebun dengan wajah cemas.

"Ayo pak, bimbing Bapak mengucapkan kalimat tayyibah, bacain alquran atau didoain apa kek.. ayo pak!!" ujarku pada si bapak tukang kebun.

"Saya ga bisa ngaji mbak..." tukas Pak Penjaga Kebun dengan wajah pucat.

"Ya Ampun..trus siapa dong yang bantuin do'a?, coba Pak Amat aja deh" perintahku pada pak Amat.

"Yah mbak...saya juga ga bisa ngaji.." ujar Pak Amat gelagapan sambil garuk2 kepala.

Akhirnya dua lelaki tua yang ga bisa ngaji itu kebingungan disudut ruang UGD, menontonku membimbing sang kakek mengucapkan lafal kalimat2 Tayyibah.

Beberapa menit kemudian kesadaran sang kakek pulih, matanya perlahan membuka. Aku masih memegang erat tangannya yang dingin.

"Suwito..." ia menggumam tak jelas.

"Su..wito........."

Berkali-kali ia memanggil2 nama seseorang, dengan mendesis kepayahan menahan kesakitan yang amat sangat.

"Suwito itu siapa pak?" tanyaku pada Bapak Penjaga Kebun.

"Anak kesayangannya Bapak yang tinggal di Jerman, ia tadi menelepon ga bisa datang"

Aku menarik nafas panjang.

Kasihan sekali Kakek ini. Tak ada siapapun didetik2 menjelang kepergiannya. Ia sendirian dan hanya diantar tukang kebunnya yang ga ada hubungan keluarga.

Beberapa menit berlalu, aku berusaha terus berdoa. Sambil terus menambah dosis obat penawar rasa sakit kedalam botol sikakek. Aku terus mengajarinya bersyahadat.

Jam dinding diatas ruangan berdetak menimbulkan suara tak tik tuk yang keras. Suasana sangat sepi. Dua lelaki tua yang ga bisa ngaji itu membeku disudut ruangan dengan cemas.

Mereka pasti tahu waktu sikakek takkan lama lagi.

"Aku melirik jam dinding diatas ruangan, Hampir pukul dua belas tengah malam.

Kedua Bapak2 yang menontonku tadi udah keluar, Pak Amat mau mengontrol situasi didepan. Si Bapak Penjaga kebun mungkin ke toilet. Udah hampir 2 jam dia bengong disudut dari tadi, ga ngapa2in.

Aku sendirian diruangan itu, ditemani sang pasien si Kakek yang sedang menghadapi sakaratul maut.

Ini pertama kalinya dalam hidupku.

Perlahan namun samar, aku melihat bayangan. Beberapa pria berjubah putih duduk mengelilingi sang Kakek yang terbaring lemah. Dapat kuhitung ada 3 orang pria berjubah, kesemuanya berjenggot panjang dan berwajah samar.

Ketiga pria itu berbarengan menengadahka tangannya lalu serentak menoleh ke arahku.

Aku merinding.

Aku hampir dapat melihat wajah mereka yang ditutupi jubah putih panjang. Namun samar, mereka sedang membimbing seorang lelaki yang perlahan mulai terlihat jelas dalam pandanganku.

Bulu kudukku tambah merinding.

Aku terus membaca syahadat, dengan rasa ketakutan yang amat luar biasa. Mencoba membaca sekeras2nya semua ayat alquran yang kuhapal dengan tubuh mengigil.

Aku tak mungkin kabur dari ruangan itu, bukan? Mana ada perawat yang kabur saat sang pasen sedang menghadapi maut.

"La..ilaha Illallah...Allahu Akbar.."

Aku mengucapkannya beruang-ulang disisi sang kakek.

Tik

Tik

Dua detik berlalu, aku masih membeku dan terus bersyahadat sambil memejamkan mata, berusaha tidak melihat pemandangan dihadapanku.

Lalu aku mendengar suara samar dari bibir sang kakek, samar namun jelas dan mantap.

"la..ilaha illalah..."

Sekelebat aku melihat seorang pria berjubah lagi, ia mendekat kearahku dan tersenyum. Aku bisa melihat wajahnya yang teduh.

Persis wajah sikakek.

Tit..tit..tit...

Alarm pengontrol detak jantung berbunyi keras mengagetkanku, sang Kakek telah menghembuskan nafas terakhirnya.

Semenit kemudian aku melihat semuanya samar, bayangan2 itu telah pergi. Ditengah cahaya bolham putih ruangan itu aku melihat bayangan tubuhku dipantulkan ke dinding, tak ada siapapun disana selain aku.

Jam dinding menunjukkan pukul Dua belas lewat sepuluh menit tengah malam.

"Pak Amat!!!" teriakku sambil ngacir ke pintu dengan nafas tersengal.

Ya Allah, aku mau ambil wudlu dan mau mengaji, ga ditunda2 lagipokoknya. Aku ingin kematian yang Husnul Khotimah. Aku sudah merasa Allah menitipkan pesan tentang kematian padaku dari kejadian malam ini.

Aku harus memperbanyak ibadah, apalagi ini bulan puasa.

(Duri, 21 September 2008)

Monday, April 30, 2007

The Midnight

The MidNight

Liz berlari tergesa mengejar Nathan. Adik lelakinya yang pemalu itu berlari sekencang-kencangnya dengan perasaan marah menuju Chevrolet tua mereka yang diparkir diseberang jalan. Ia membuka pintu mobil dalam satu detik kemudian membantingnya dengan keras dan segera berlalu dari situ.
Cipratan salju dari Chevrolet tua Nathan yang berlalu memenuhi gaun malam Liz yang terlambat mengejarnya. Liz menjerit-jerit memanggil si pemuda kurus ceking dan pucat itu.
Liz tak kehabisan akal, ia bergegas berbalik sambil mengangkat separuh rok gaun malamnya sampai kebetis dan memasuki kembali ruang pesta untuk menemui Alex, teman kencannya.
Alex, si playboy itu sedang menggoda seorang gadis berambut pirang yang seksi. Begitu melihat Liz ia kelihatan gugup dan melepaskan pandangannya dari si gadis pirang.
"Aku pinjam mobilmu" ujar Liz terburu-buru.
"Kau dari mana saja? ini sudah hampir jam 12" Alex balik bertanya dengan kesal, teman kencannya yang cantik meninggalkannya demi pemuda lain yang nerd dan aneh.
"Aku akan mengejar Nathan! Pinjam mobilmu" ujar Liz sambil merebut kunci mobil dari saku belakang jins Alex, sedetik kemudian Liz sudah berlari keluar. Alex kelihatan sangat panik, ia mengejar Liz dengan terpaksa dan menyusul si gadis keluar ruang pesta.
Lima......
Empat.....
Tiga.........
Dua .........
satu........
DoR DoR..DoR
HAPPY NEW YEAR 1992
Alex yang sedang berlari merengut kesal, ia melewatkan pesta tahun barunya dari keriuhan suasana pesta didalam, demi mengejar si gadis aneh yang akan melarikan mobilnya.
Liz sudah masuk ke balik kemudi Porche Merah mengilap milik Alex. Ia menghidupkan mobil dan Alex secepat kilat masuk ke mobil.
"Kau mau kemana!" Ia bicara pada Liz dengan suara kesal.
Liz diam saja, ia menekan pedal gas poche mewah milik Alex dalam-dalam dan melaju kejalanan Luar kota Newsville yang diliputi badai salju. Di tengah malam 1 Januari 1992.
"Liz, jangan ngebut..kita akan dapat masalah!" raung Alex marah dan merebut kemudi setelah Liz makin tak terkendali.
Beberapa menit kemudian sebuah mobil polisi mengikuti mereka yang sangat ngebut. Raungan sirine bercahaya merah yang berpendar-pendar membuat keributan ditengah malam yang sepi. Liz semakin menekan pedal gas dalam-dalam dan meninggalkan mobil patroli polisi yang mengejar mereka.
Alex dengan resah terus menerus memohon Liz menepi.
"Kita berdua akan mati kalau caramu menyetir seperti ini" raung Alex marah dan dengan sekuat tenaga merebut kendali mobil.
Porche merah mengilap itu terpeleset di salju yang basah, berputar dijalan raya 180 derajat dan menimbulkan suara keras berdecit-decit yang hebat.
Alex merasakan kepalanya pusing dan basah. Ia meraba keningnya dan merasakan tetesan-tetesan darah segar yang mulai turun ke dagunya. Ia menggeser tubuhnya mencari-cari tombol pembuka pintu mobil dan menjerit kesakitan ketika menggerakkan kakinya yang terjepit. Ia akhirnya merasakan semuanya gelap.
Alex sadar ketika melihat samar-samar sinar lampu sirine mobil patroli polisi yang membawanya keluar mobil. Sebuah ambulan sudah ada disana ketika ia sudah bisa membuka mata. Beberapa petugas medis memapahnya menuju ambulan dan memeriksa lukanya. Ia melihat porche merah kesayangannya itu dari ambulans, dasbornya remuk dan kacanya pecah.
"Liz"
Tiba-tiba ia teringat gadis itu
Ia sekuat tenaga berusaha berdiri, sedetik kemudian kepalanya pusing dan ambruk. Seorang perawat lelaki dan seorang polisi membawanya masuk dan membaringkannya kembali keatas ambulans.
"Mana Liz?" ujar alex terbata
"Liz?" ulang polisi itu keheranan sambil menatap Alex
"Ya, dia gadis yang bersama saya kecelakaan didalam mobil, dia yang menyetir"
Petugas polisi itu mengeryitkan dahi keheranan, begitu juga si perawat.
"Kami tidak menemukan penumpang lain selain anda di lokasi kejadian" jelas petugas polisi itu.
Alex terkejut setengah mati.
Kemana Liz? Apakah ia kabur karena takut ditangkap polisi?
Ia masih tidak bisa mempercayai Liz bisa melarikan diri dengan kondisi mobilnya yang ringsek
Apa gadis itu sudah mati?
**********
Liz membuka mata dan merasakan kepalanya pusing. Ia melihat sosok yang dikenalnya sedang menatapnya cemas.
"Nathan" Liz bersuara lemah dan begitu gembira melihat adiknya ada dihadapannya.
Liz mengulurkan tangannya menyentuh wajah adiknya, dingin seperti es. Nathan kelihatan sangat pucat seperti kertas, matanya yang biru juga bersinar lemah dan bibirnya putih.
"Kau pucat sekali" desis Liz
Nathan kelihatan ketakutan dengan ucapan Liz. Ia mengigit bibir dengan cemas dan menatap kakaknya galau. Lalu berlalu pergi dari kamar Liz.
Liz nelangsa, ia kasihan sekali pada adiknya. Sejak kedua orang tua mereka meninggal hanya Liz yang paling dia punyai. Adik laki-lakinya yang berusia 17 tahun itu memang sakit-sakitan sejak kecil, tidak percaya diri dan fisiknya lemah. Ia bahkan tidak pernah memiliki teman selain kakaknya. Hanya Liz yang dia miliki selama ini. Karena itu Liz sanagt menyayangi dan melindungi Nathan seperti seorang Ibu.
Liz jadi ingat peristiwa tadi malam. Pesta tahun baru Avenue High School yang jahat. Alex dan teman-teman Liz lainnya mengerjai adiknya, Nathan. Bahkan sahabatnya Rebecca pun ikut mengerjai adiknya. Mereka membuat Nathan sangat marah dan akhirnya keluar dari pesta dan melarikan diri entah kemana. Lalu Liz mengejarnya dan Alex mengikutinya selanjutnya Liz tidak ingat apa-apa.
"Kenapa aku bisa ada dirumah? siapa yg mengantarku pulang?" pikirnya bingung.
Esoknya Liz kembali bersekolah, ia masuk kekelas dengan perasaan kacau balau. Ia menemukan Alex sedang berdiri ketakutan dihadapannya. Beberapa temannya langsung mendekatinya dengan tatapan keheranan.
"Liz???" Alex mengeryitkan dahi kebingungan menatap gadis yang menghilang dari mobilnya di malam kejadian.
Liz memutar bola mata hijaunya dan balas menatap teman-temannya dengan heran.
"Bagaimana perasaanmu?"
"Apakah kau sudah mengurus jenazah adikmu?"
"Kau kemana malam itu?"
"Aku meneleponmu ratusan kali tetapi kau tidak mengangkatnya"
Ternggorokan Liz tercekat, ia tak bisa bersuara. Apa yang dikatakan teman-temannya. Ia tidak habis mengerti.
Liz, gadis yang cantik, mandiri dan bersemangat itu ambruk tak berdaya dilantai rumah sakit ketika Alex dan Rebecca membawanya melihat jenazah adiknya, Nathan yang sudah berada dua hari di kamar jenazah rumah sakit North Avenue.
"Lalu Nathan yang tadi pagi kutemui siapa......??????" desis Liz kebingungan.
"Kami belum bisa menguburnya karena masih menunggu pihak keluarga" ujar salah seorang perawat yang bertugas.
Alex menjelaskan bagaimana kecelakaan yang dialaminya malam itu, tetapi ia tidak menemukan Liz disampingnya. Lalu beberapa kilometer dari lokasi kecelakannya Alex juga ditemukan sebuah kecelakaan yang lebih parah, sebuah Chevrolet meluncur ke jurang dan seorang pengemudinya tewas ditempat kejadian. Itulah Nathan yang tewas malam itu.
Liz tidak habis mengerti kenapa ia bisa sampai dirumah dan tidak mengalami cedera apapun. Begitu ia membuka mata ia melihat wajah pucat adiknya sedang menungguinya cemas.
Nathan sudah meninggal.....
Liz menangis meraung-raung, menatap penuh kesedihan dan kemarahan pada Alex dan Rebecca.
"Kenapa kalian tidak puas-puas mengerjainya..kalau kalian tidak mengerjainya ia tidak akan mati!" Liz menjerit marah dan meraung-raung seperti singa yang kesakitan. Ia mengambil sebuah kursi besi lipat dan menghantamnya ke arah Alex dan Rebecca. Lalu ia menghujam kearah Alex dan meninjunya sekuat tenaga sampai tangannya mati rasa, menarik-narik rambut prang panjang Rebecca dan berbuat seolah-olah mematahkan tubuh gadis itu jadi dua.
Liz hilang kendali, beberapa petugas medis menahannya dan membuatnya meronta-ronta sekuat tenaga untuk membebaskan diri. Liz menjerit-jerit dan menangis sejadi-jadinya.
"Aku akan membunuh kalian berdua!!" raung Liz marah
Alex dan Rebecca berdiri disudut dengan ketakutan dan perasaan bersalah.
Beberapa Minggu Kemudian
Liz mengepak seluruh barangnya, ia akan pindah kekota lain. Ia ingin melupakan kejadian buruk dikota ini dan memulai hidup baru di kota lain.
Liz berharap bisa melupakan semuanya dan merasa lebih baik dikota yang baru. Ia tak tahu kemana tujuannya tetapi ia yang sebatang kara akan merasa lebih baik jika meninggalkan kota yang membuatnya sangat tidak nyaman ini.
Beberapa menit kemudian Liz keluar dari rumah kontrakan kecilnya di Avenue Millage Street, berjalan cepat ke arah halte diujung blok dan masuk tergesa ke dalam sebuah bis yang sedang berhenti disana. Lalu berlalu bersama Bus tersebut.

Wednesday, April 25, 2007

Sejuta cinta buat sang puteri

Sejuta Cinta Buat Sang Puteri

Angin dingin membekukan Maghdalina Farraisy, gadis Mesir berwajah cantik typikal arab blasteran eropa itu sedang berjalan tergesa. Ia memeluk setumpuk buku tebal diatas hijab lebar warna hitam menuju kearah sebuah gedung tua bertingkat 2 bergaya kolonial abad pertengahan.

Ini hari yang berat, pikirnya nelangsa sambil memejamkan mata cokelat hazelnya dan melangkah lebih cepat.

Awan gelap kehitaman sudah melayang rendah dilangit tepat diatas kepalanya ketika Maghdalina sampai di gerbang base campnya. Hujan sudah hampir turun dan menyisakan cuaca dingin yang bertambah-tambah. Ia mendorong pagar besi tua setinggi 1.5 meter dihadapannya dengan sebelah tangan sampai membuka. Lalu mendorongnya kembali dengan serampangan. Pagar klasik berukir dan agak berkarat itu berdecit-decit keras dan membunyikan suara bising memekakkan telinga.

Sampai dikamarnya, Maghdalina langsung mengunci pintu dan melompat ke ranjang dan menangis sejadi-jadinya. Ia sungguh tidak tahan lagi. Suaranya menghilang ditelan ruangan kamar kedap udaranya. Menghilang diantara suara tawa cekikikan gadis-gadis di lantai satu.
Base camp itu memang lebih mirip apartemen yang individualis.

Tiap mahasiswa yang kuliah di Egyp Maghad University berhak mendapatkan satu kamar di base camp lengkap dengan fasilitas gratis lainnya. Kampus itu milik asing yang didanai oleh Uni Eropa dan dihuni oleh hampir 90% kaum katolik Roma. Sedangkan Muslim hanya 10% itupun direkrut dari pedalaman Mesir dan hanya mahasiswa-mahasiswi yang berotak cerdas saja untuk mendapatkan besiswa bersekolah disana.

Maghdalina Farraisy berasal dari Harraj Town, sebuah kota kecil bergaya timur tengah dipinggiran sebelah utara Mesir yang berbatasan dengan Jordania. Ia gadis beruntung menurut orang-orang kampungnya, karena berhasil meraih beasiswa bergengsi itu. Tapi ayahnya menolaknya, ayahnya adalah Syekh ternama di kampung itu. Ayahnya sangat tidak setuju Maghdalina meneruskan sekolahnya ke Perguruan Tinggi Katolik itu, ia tidak ingin otak puterinya dicuci dan kemudian menjelma menjadi penganut Islam liberal seperti yang diinginkan musuh-musuh islam.

"Musuh-musuh islam menghendaki Umat Muhammad menjadi pengikutnya, tetapi jika tidak berhasil mereka akan mengubah Umat Muhammad tetap beragama Islam tetapi berprilaku seperti orang-orang diluar Islam"

Demikian ucapan ayahnya bersungguh-sungguh, sebelum akhirnya lelaki kharismatik itu terpaksa melepaskan Puteri kesayangannya pergi dengan tidak rela.

"Abi..." Maghdalina menangis tersedu-sedu.

Mahgdaline menyesali keputusannya pergi. Dengan tangan gemetaran ia megucek-ucek matanya yang basah oleh air mata. berdiri dan mengumpulkan seluruh kekuatannya untuk berdiri.

Ia membongkar lemari pakaiannya, mengambil kopernya dan menjejalkan seluruh pakaiannya kedalam koper dengan tergesa. Lalu bergegas menulis serampangan di atas secarik kertas lusuh dan meninggalkannya diatas meja rias kamarnya.

Hujan sudah benar-benar turun ketika Maghdalina menuruni tangga batu menuju pintu gerbang. Ia membuka payung hitamnya dan merapatkan syal putih yang melilit lehernya. Ujung jeansnya hampir menutupi jubah hitam lebarnya mulai basah karena percikan hujan.

Maghdalina menghapus air matanya ketika sebuah taksi menghampirinya. Gadis cantik berjilbab lebar itu pun berlalu pergi bersama deru taksi yang suaranya ditelan rintik-rintik hujan. Ia sedikitpun tidak menoleh lagi.

Ia memejamkan matanya mengingat semuanya. Bagaimana kepala asrama masuk mengendap-endap ke kamarnya untuk mengambil semua baju muslimahnya lalu membakarnya diiringi sorak sorai penuh gembira gadis-gadis penghuni asrama lainnya. Otak gadis-gadis itu telah dicuci, padahal mereka tidak semuanya katolik. Ada juga yang beragama Islam tetapi penampilan mereka sudah menyerupai orang-orang liberalis yang membenci islam. Ia juga ingat bagaimana upacara setiap sabtu malam yang wajib diikuti dan meminum ramuan suci. Lalu doktrin-doktrin yang membuat kepalanya pusing dan tak sadarkan diri.

Ada lagi upacara melepas keperawanan yang dilegalkan pihak universitas. Dimulai dengan pesta topeng dan berakhir dengan minum wine dan bercampur baur laki-laki dan perempuan. Saat itulah Maghdalina pernah bertemu Abu Sayyed Fatah, mahasiswa muslim idealis jurusan Tehnik yang vokal menolak peraturan-peraturan, akhirnya ia meninggal karena dipukuli kepala asramanya. Pemuda itu tidak sudi mengikuti berbagai ritual menjijikkan itu sehingga akhirnya ia disiksa. Berita itu tidak di ekspos, tidak ada satupun manusia diluar Universitas yang mengetahui kejadian pembunuhan itu. Bagaikan lenyap ditelan dingin dan tingginya dinding beton kampus.

Maghdalina berhasil melarikan diri, ia mengembangkan senyum kebahagiaannya dan membekap gemetaran Alqur'an kecil di saku jubahnya. Ia tidak ingin agamanya di jauhkan dari dirinya.

Hampir setengah jam ia berada di taksi sehingga ia akhirya sampai distasiun kereta. Setelah menunggu hampir lima jam, kereta berikutnya tiba menuju kota kelahirannya.

Angin puyuh padang pasir menerbangkan pasir kesegala arah. Menyiramkan pasir-pasir kristal ke hijabnya, ke tas ranselnya dan ke wajahnya. Maghdalina menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Itu pagi yang membahagiakan, ia akhirnya tiba didepan rumahnya. Rumahnya yang sejuk oleh pengajian dan nasehat bijak dari ayahnya. Maghdalena yang piatu bersama seorang adik laki-lakinya yang masih bersekolah tinggal disana.

Adiknya Omar Farraisy menyambutnya membukakan pintu. Omar langsung memeluknya dan tersenyum bahagia ketika melihat wajah kakaknya pulang. Ia membawakan tas kakaknya masuk kerumah.

"Ayah sedang memberi pengajian di mesjid" ujarnya
"Ayah pasti sangat senang melihatmu pulang, ia selalu mendoakanmu siang dan malam. Ia tidak ingin kau dirusak oleh mereka dengan tipu daya beasiswa itu, ayah juga sudah mencari informasi ttg universitas lain yang baik untukmu, kalau kau mau"

"Ucapan ayah memang benar..."ujar Maghdalina lirih, ia tersenyum pada adiknya, seolah menyatakan :
Ada suatu perintah buat sang buah hati ayah ketika seorang ayah yang beriman dan berilmu islam mutlak diikuti, jangan tiru aku yang membangkang karena keegoisanku

Maghdalina dan Omar tersenyum berbarengan, tidak sabar menunggu ayah mereka pulang, untuk memeluk ayahnya dan berbakti kepadanya. Karena ayah yang berilmu agama mutlak diikuti putera-puterinya jika ingin sampai bersama-sama ke surga.

Sithaimut, Smallville, 09:43 pagi (25 April 07)
(aku rindu pa2.....aku ingin pulang kerumah selepas gajian nanti, membelikan oleh2 buat pa2 )

Sunday, March 04, 2007

Musim Hujan dikota kekasih

Musim Hujan di Kota kekasih

Aku terbangun dari tidur, karena mendengar samar percikan air terjun buatan dari kolam milik tetanggaku di Private Drive 113. Dengan mata mengantuk masih setengah terbuka, aku melihat televisi didepanku sudah mati karena tombol mati otomatis yang kustel tadi malam. Aku memang tidur larut malam didepan TV karena opera sabun yang kutonton, hanya setengah jalan lalu akhirnya aku tertidur sebelum episodenya habis.

Aku menguap, masih mengantuk. Ruang TV ku masih gelap dan yang terdengar hanya bunyi percikan air terjun kolam kecil yang memberikan suasana sejuk bagai di pedesaan. Lalu aku melirik ke jam weker kecil diatas TV, pukul setengah lima pagi-aku berdesis. Jam weker hijau hadiah susu cokelat instant itu terlihat serasi dengan boneka dolphin biru muda yang ku jajarkan disebelahnya.

Aku akhirnya bangun, meluruskan badan dan segera berdiri. Aku memulai hari ini lebih awal dengan berwudlu dan sholat malam. Percikan-percikan aliran air dingin memenuhi wajahku dan menyegarkan aliran darahku. Lalu aku sholat dua rakaat dan mengakhirinya dengan doa yang penuh makna di malam menjelang subuh yang menyejukkan hati.

Selesai sholat malam dua rakaat aku mengintip ke luar gordyn ruang TV. Aku melihat cahaya bulan keperakan berpendar menerangi separuh teras depan rumahku. Langit malam yang pekat seolah-olah menerbarkan aliran kesegaran yang menerobos ke aliran darah. Segar dan dingin. Ini awal hari yang menyejukkan.

Sambil memanaskan sup hangat dari kulkas dan menggoreng daging beku yang dibawakan ibuku kemarin sore, aku kembali memikirkan kejadian-kejadian kemarin saat aku pulang ke Lhoknameru, kota kelahiranku.

Ingat ibuku, ayahku dan adik-adikku. Ingat Bibiku, nenek dan sepupu-sepupuku yang selalu bersikap hangat. Kami semua berkumpul di rumah nenek kemarin dan malamnya sahabatku, Thessa menginap dirumah dan kami tidur jam 1 malam.

Aku sekarang berada disini, dikota yang manis dan tidak akan membiarkanku sendirian. Meskipun aku tinggal sendiri disini tetapi kekasihku ada disini. Ini kotanya dan karena mencintainyalah aku tetap berada disini. Sebuah kota kecil Mahlayang Town yang sepi dan tenang.
Musim Panas di Kota Kekasih
Kota kekasih sudah tak seindah dulu lagi. Aku tak bisa lagi melihat aroma kehadiranmu menebarkan wewangian cinta disini setiap akhir minggu. Aku melepaskanmu pergi dari kehidupanku karena semakin lama situasi ini makin berat.
Ini sudah bulan pertama kita berpisah, aku tak bisa membayangkan betapa sedihnya diruku dan juga dirimu. Aku tak tahu apa yang harus kulakukan untuk mengembalikan dirimu seperti dulu, sosok yang penuh semangat, cerdas, berbakat dan sangat percaya diri.
Kekasih..
Takdir memang tidak berpihak pada kita
Tapi.. Apa yang harus kulakukan untuk melupakanmu? Kenapa aku tak jua bisa melupakanmu...sampai seluruh darahku habis terbakar untukmu.
Musim Bunga di Kota Kekasih
Sepuluh Bulan Kemudian
Ini hari Pernikahanku dengan Sang Kekasih baruku. Kami akan menikah di Masjid Namirah di kota kekasih. Pernikahan sederhana dengan balutan kekhusyukan atas bukti menerima takdir Tuhan seutuhnya.
Aku memejamkan mata dan merasakan himpitan didadaku perlahan mulai membuka.
Tuhanku...Aku mencintaiMu dan Ridho atas TakdirMu. Aku tahu apapun yang Kau berikan kepadaku itulah yang terbaik dan aku beriman kepadaMu atas jalan hidup ini.
Saat itulah hari-hari cinta sejatiku mulai membuka. Aku melihat Si Tampan yang berdiri disebelahku melihatku sambil tersenyum. Ia menebarkan wangi cinta yang telah lama kutangisi kepergiannya.
Aku telah abadi di Kota Kekasih...

Monday, February 26, 2007

Episode Caitlin

Episode Caitlin
by : Sitha

Angin dingin menerbangkan syal kuning cerah yang melilit di leherku, menghembuskan udara dingin yang menggigit ke tulang. Aku mempercepat langkahku, agak terseret menuju sebuah bangunan tua mirip kastil yang saat ini hanya tinggal beberapa meter saja didepanku. Bangunan tua yang berdinding batu berlumut, berkesan kuno tapi kesan kemegahannya masih terlihat dengan jelas. Bangunan ini akan mengantarkan aku menuju Gina- peramal yang beberapa hari yang lalu memintaku menemuinya- entah alasan apa ia memintaku datang pagi ini. Akhirnya di cuaca sedingin ini aku melintasi kawasan luar kota yang sepi Park Drive sendirian menuju tempat yang dijanjikan.
Tepat sampai didepan pintu besar utama yang terbuat dari kayu jati berukir keemasan, aku menoleh ke belakang sebelum menekan bel lonceng keemasan yang terletak di sudut atas pintu utama itu. Aku menoleh untuk memastikan Civic biru yang kuparkir di seberang jalan aman terparkir disana. Daerah ini cukup sepi dibanding kawasan lainnya, hanya ada sebuah rumah beberapa meter sebelum mencapai rumah si Peramal ini dan kawasan pekuburan tua yang berhektar-hektar luasnya.
Beberapa detik kemudian, seolah seperti ia sudah mengetahui kedatanganku. Seorang wanita muda cantik berambut pirang keemasan membukakan pintu dan menyambutku dengan senyuman "ramah" yang menurutku agak aneh. Ia mengenakan jins biru dan sweater biru muda yang dihiasi tunik kelap-kelip pada bagian depannya, ia mengikat rambutnya ekor kuda dan menghiasnya dengan pita satin kecil keperakan. Ia kelihatan sangat cantik dan modis, tidak seperti stelan seorang peramal.
Aku mengikutinya masuk melintasi ruang tengah menuju ruang baca dengan sofa sofa beludru merah yang bersandaran tinggi. Aroma farfum bunga mawar lembut merebak ke seluruh ruangan. Aku mendongak ke atas dan melihat sebuah lampu kristal cantik terpasang memberi kesan mewah pada ruangan berlampu merah marun tersebut.
"Silahkan duduk nona...Umm Nona Caitlin Jason, ujarnya dengan senyum mengembang, Senang anda mau datang menemui saya" lanjutnya masih dengan senyuman semanis madu.
Aku membalas senyumnya dingin, memikirkan betapa beratnya perjuanganku sepagi ini datang ke luar kota untuk menemuinya yang memohon-mohon padaku ditelepon memintaku datang.
"Jadi... apa yang bisa kulakukan untuk membantumu?"
Perempuan cantik itu tidak mengubah senyumannya sedikitpun, beberapa saat kemudian setelah ia berbasa basi sedikit tentang cuaca yang buruk dan rumahnya yang beraroma mawar-farfum yang menurut nya di raciknya sendiri. Akhirnya ia menjelaskan maksudnya memintaku datang untuk menemuinya.
"Aku memerlukan bantuanmu untuk membunuh seseorang", bisiknya dengan suara pelan nyaris tak terdengar.
Aku hampir melompat sanking kagetnya, aku merasa perempuan ini gila.
Aku bangkit dari kursi sofa beludrunya yang bersandaran tinggi itu dengan tergesa, aku berniat ingin secepatnya pergi dari sana.
Tetapi sebelum aku sempat melakukan apapun ia sudah keburu menarik tanganku dan memintaku tidak melakukannya.
"Saya bisa jelaskan Nona, pasti anda akan mengerti"
Kemudian gadis peramal yang bernama Gina itu mulai bercerita, tentang kisah hidupnya dan alasan kenapa ia ingin aku membantunya membunuh seseorang yang dimaksud.
Lalu akhirnya aku pulang kerumah, memacu Civic biruku meninggalkan rumahnya yang mirip puri, menjauhi kawasan Park Drive yang sunyi mencekam dengan pikiran kusut.
**************
Selama beberapa minggu kemudian, aku menjalani hari-hari yang nyaman seperti biasa. Lalu pada suatu pagi di penghujung musim dingin yang panjang, aku terbangun, bergegas mandi dan sarapan di lantai satu. Lalu masuk masuk ke mobil dengan tergesa. Kemudian aku keluar lagi dari mobil untuk membersihkan wiper kaca yang sulit bergerak otomatis karena di selimuti salju.
Selanjutnya aku menghabiskan waktu di kampus, mengerjakan tugas akhirku untuk meraih gelar Bachelor yang kuinginkan- yah hanya tinggal semester ini saja.
Beberapa minggu ini juga aku tak bertemu Gina di kampus atau dimanapun, Gadis Peramal berstelan ala gadis cheerleader pirang itu juga tidak meneleponku untuk memastikan jawaban yang akan kuberikan. Aku tahu dia mungkin tidak ingin memaksaku untuk menjawabnya dengan cepat.
Lalu ketika aku dan beberapa temanku baru selesai keluar dari kelas terakhir di hari itu dan bergegas menuju locker. Aku melihat Dennis Arthur-cowok tampan yang kutaksir- baru selesai latihan basket dan tersenyum ketika melihatku.
Wajah cowok itu bersemu merah, entah perasaanku saja atau memang benar. Lambat-lambat aku melihat senyuman mengembang di wajah tampannya.
Lalu seorang gadis menghalangi pemandanganku dari Dennis, gadis berambut pirang keemasan yang kukenal- dia Gina.
Aku hampir melompat sanking kagetnya.
"Hai Caitlin..." ujarnya sambil menyongsongku.
Lalu Gina mengajakku untuk mengobrol di belakang kampus, diam-diam aku menoleh sekilas kebelakang kearah Dennis dan melihat jelas tatapan kecewa dari wajah tampannya.
Aku tersenyum senang, aku yakin wajahku saat ini pasti bersemu merah.
Aku mengikuti Gina ke belakang kampus dan bercakap-cakap basa basi sebentar, membicarakan kampus dan cuaca yang tak menentu. Lalu duduk di sudut kelas yang menghadap ke danau beku belakang kampus yang mengilap seperti kristal.
Akhirnya seperti yang diinginkannya, aku terpaksa juga menyanggupinya. Menyanggupi permintaannya untuk membantunya membunuh orang itu. Dia adalah seseorang yang kukenal yang bernama Barkley Watson. menurut Gina pria itu adalah psikopat yang telah membunuh keluarganya dan tak seorangpun dapat membuktikan dia pelakunya. Bahkan kasus pembunuhan keluarganya yang menghebohkan Waynesbridge City lima tahun lalu itu hanya di anggap kepolisian sebagai kecelakaan kebakaran biasa. Barkley dengan bebasnya berkeliaran dan hidup dengan tenang seperti tak pernah melakukan apapun.
Lalu setelah lima tahun berlalu, akhirnya Barkley Watson pindah ke Pitts Burgh- kota yang sekarang ini kuberada- ia bekerja di kota ini dan hidup dengan tenang.
Yeah...Barkley itu adalah tetanggaku, pria itu hidup sendirian dan jarang keluar rumah. Aku rasa ia tidak punya keluarga dan bahkan aku tak ingat kapan pernah melihatnya keluar rumah atau berpapasan dengannya. Aku juga kenal namanya dari Pemilik flat tempatku tinggal sekarang, Mrs. Emilia. Wanita paruh baya baik hati itu mengatakan tetangga sebelah rumahku yang juga menyewa flat miliknya itu bernama Barkley Watson. Lelaki yang aneh.
Aku mau membantu Gina terus terang hanya karena simpati, hanya demi kemanusiaan sebagai sesama manusia. Lagipula aku tidak secara langsung ikut dalam melakukan pembunuhan itu, aku hanya orang ketiga dan posisiku aman.
Aku sungguh kasihan melihat Gina yang terpaksa harus kehilangan keluarganya akibat perbuatan yang disengaja oleh orang lain, dan orang itu dengan tenangnya hidup di alam bebas tanpa merasa bersalah. Malah bisa-bisanya ia jadi tetangga flatku.
Sampai saat pembunuhan itu tiba, awal musim semi yang wangi di penghujung bulan Januari. Aku bangun pagi dengan perasaan lebih baik, sungguh sejuta kali lebih baik.
Tadi malam aku sudah membantu Gina membunuhnya, kami memastikan dia meminum minuman keras yang dikirim Gina lewat kado natal yang terlambat dikirim. Aku melihat sendiri ia menenggak minuman itu dan kemudian pergi meninggalkan rumah dengan mobil yang mesinnya meraung dalam kesunyian.
Aku sudah melaksanakan tugasku dengan baik, aku hanya bertugas mengawasi apakah benar lelaki itu telah meminum minuman kiriman Gina yang dilabelinya dengan minuman promo dari Hole Cole. Aku melihatnya dan mengamatinya dengan menggunakan teropong dari flatku yang ada dilantai dua.
Lalu seperti yang telah direncanakan Gina, lelaki itu akhirnya pergi keluar untuk makan malam dan Gina menabraknya lalu menggiringnya untuk masuk ke jurang. Tentu saja si tuan Barkley yang dalam keadaan mabuk berat tidak bisa berbuat apa-apa.
Aku ingat bagaimana gugupnya aku malam itu, menunggu telepon Gina dan berharap ia mengabarkan semuanya telah berjalan dengan baik. Aku sungguh takut dan berjalan mondar mandir dengan gelisah di ruang depan sampai hampir pukul satu malam, sampai akhirnya Gina meneleponku dan mengatakan semuanya baik-baik saja pada pukul dua belas lewat limapuluh menit.
****************
Esok paginya aku tidak menemukan berita pembunuhan itu di koran manapun di Pitts Burgh's News, hanya beberapa kecelakaan kecil diluar kota.
Aku langsung menelepon Gina dengan tergesa dari ponselku, pada dering keempat Gina menjawabnya-ternyata ia baru bangun tidur.
"Percayalah Caitlin, aku sudah membunuhnya! aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, mungkin polisi belum menemukan bangkai mobilnya di jurang itu" ujar Gina mencoba meyakinkanku.
"Jurang Willen Street itu terlalu dalam, mungkin butuh berhari-hari untuk menemukannya- tapi jangan kuatir, aku bisa bertaruh dia sudah mati"
Aku masih menyanggah perkataan Gina sampai akhirnya ia mengatakan sesuatu yang membuatku tenang.
"Apapun yang terjadi selamat atau matikah si brengsek itu, semua itu urusanku. Kau takkan kulibatkan, bukankah sudah kukatakan sebelumnya padamu Caitlin? aku sangat berterimakasih kau sudah mau membantuku, setelah itu kau bisa hidup dengan tenang dan melupakan segalanya"
Saat itu aku merasa semuanya telah selesai dan akan menjadi urusan Gina, sungguh aku tak menyangka semuanya malah membuat keadaanku hampir gila. Yeah..saat itu aku merasa diriku bagai seorang penyelamat baik hati yang menolong orang lain dan tak menyangka aku sudah memasukkan diriku ke dalam urusan yang lebih berbahaya.
*********
Pukul 3 pagi aku terbangun karena ponselku berbunyi nyaring, aku meraih ponsel dengan mata masih terpejam dan mengangkatnya pada dering ketiga.
"Halo.." aku berbisik parau dan mengantuk.
Ternyata Gina, ia berbicara cepat dengan suara dingin yang jauh. Sepertinya ia berada di tempat yang bising dan hingar bingar, suaranya kecil dan samar-samar.
"Caitlin, polisi sudah menemukan mayat pria itu di jurang, bersikaplah senormal mungkin sebagai tetangga kau pasti akan di introgasi juga dan.."
Klik, telepon terputus tiba-tiba. Sepertinya ada gangguan sinyal atau apalah namanya, kelihatannya bukan Gina yang mematikannya.
Akupun segera menelepon balik nomor Gina berkali-kali, tapi ponselnya tidak aktif.
Aku menelan ludah dan mencoba berpikir. Namun mendadak jantungku terasa berdegup lebih keras ketika samar-samar aku mendengar suara-suara keras dari luar, sepertinya suara beberapa orang dan kelihatannya berasal dari sekitar halaman rumahku.
Aku melompat dari ranjang dan mengintip ke jendela, mengedarkan pandangan dari kaca tipis berembun itu ke seluruh pekarangan rumah yang gelap. Pohon-pohon maple masih tetap berdiri di sudut pekarangan, aku bisa melihat embun yang turun melapisi kaca jendela tempatku mengintip terus-menerus melapisi rumpun-rumpun evergreen yang terlihat beku. Pekarangan depanku terlihat mencekam, hanya disinari oleh lampu teras yang putih pucat dan agak redup.
Lalu beberapa saat kemudian aku mendengar seru-seruan lagi, kali ini aku tidak mungkin salah. Ada beberapa orang diluar sana tapi bukan di pekaranganku.
Aku harus keluar, memeriksa apa yang terjadi-pikirku. Mungkin saja suara-suara itu berasal dari rumah Barkley Watson. Aku berpikir harus mengetahuinya lebih dulu, sebelum polisi-polisi datang dan mengintrogasiku.
Udara menjelang subuh yang dingin menusuk tulang menyambutku ketika aku melangkah keluar. Aku menengadah dan melihat bulan sabit melayang rendah di langit, awan gelap hitam bergumpal-gumpal diatas kepalaku. Perlahan aku berjalan diatas rumput yang basah menuju tembok pembatas rumah di pekarangan samping, aku bersembunyi dan mengintip ke arah paviliyun Barkley Watson.
Ada sebuah mobil polisi Ford Pick Up hitam terparkir disana dengan mesin hidup, lampu sirine mobil polisi itu berpendar-pendar biru merah tanpa suara-sepertinya sengaja dimatikan agar tidak memancing keributan. Aku melihat seorang polisi sedang menelepon di sisi bak mobil dan terlibat percakapan serius. Lalu seorang polisi lainnya mendekat dan bercakap-cakap dengannya.
Gina benar, polisi sudah mengetahui kematian Barkley Watson, karena itu mereka menyelidiki rumahnya untuk mengetahui motif terbunuhnya lelaki tua itu. Aku berpikir sambil menelan ludah dan merapatkan sweater kusut berwarna ungu yang kupakai untuk melapisi piyamaku. Kuharap semua berjalan sesuai rencana, tidak ada motif pembunuhan disana dan kasus itu murni kecelakaan fatal oleh pengemudi yang mabuk.
Aku hendak berbalik untuk masuk rumah ketika tiba-tiba ada seseorang yang menepuk bahuku dari belakang.
Tenggorokanku tercekat, aku mendadak jatuh terjerembab diatas rumput yang licin dan basah. Aku terkejut setengah mati.
Seorang polisi muda berseragam hitam-hitam berdiri dibelakangku, ia merunduk untuk melihatku yang jatuh terjerembab di rumput basah.
"Apa yang anda lakukan, Nona?" ia bertanya dengan suara berat, aku melihat mata hitamnya menyipit menyelidiki dan curiga.
Aku mengumpulkan seluruh kekuatanku untuk berdiri, sweater dan piyamaku basah-tubuhku menggigil jadi sejuta kali lebih dingin.
"A..aku tinggal disini, aku mendengar ada suara-suara dari rumahku lalu aku keluar untuk melihat ada apa" jawabku gugup.
Sekarang polisi itu yang jadi kelihatan bersalah, ia tersenyum sedikit dan matanya mengarah ke arah rumah Barkley Watson.
"Anda kenal Tuan Barkley Watson?"
Aku mengangguk.
"Barkley Watson ditemukan tewas di arah luar kota, kami disini akan menyelidiki rumahnya dan mencari informasi dari para tetangganya. Kami membutuhkan bantuan anda juga nanti Nona..maaf, nama anda?"
"Um.. saya Caitlin Jason" balasku tercekat.
Polisi itu memberikan kartu namanya padaku lalu menyuruhku masuk dan melakukan aktifitas seperti biasa, ia mengatakan besok pagi aku akan sedikit diminta informasi mengenai lelaki tua itu.

To Be Continue..

Kumpulan cerpenku

By: Miss Sitha
Total : 8 Files

File 1 : Siluet Racun atas Nama Dunia

Aku terbawa oleh arus sepanjang seratus kilometer, terseret, tergulung ombak dan dihempas karang pinggiran tebing.
Mencoba membuka mata dan melihat sekelilingku di malam dingin gelap beku, ada samar sorot lampu mercu suar berwarna kuning pucat dibalik tebing. Aku memalingkan wajah dan mencari-cari cahaya, menggerakkan tubuhku yang ngilu diliputi air pasang membekukan tiap jemariku untuk menggapai.
Entah sudah berapa lama aku berada disini
Aku tak bisa apa-apa hanya bisa membayangkan indahnya didaratan, hangatnya sinar matahari yang melancarkan aliran darah dari kepala sampai ke mata kaki. Aku rindu menari dibawah sinar bulan yang keperakan, aku rindu pada selimut tebal bulu angsaku yang hangat dan bercanda didepan perapian dengan seseotrang. Aku ingin bertemu seseorang sebelum kematianku tiba.
Aku tak ingin mati sendirian disini, tanpa ada seorangpun yang tahu lalu nanti akhirnya beberapa bulan kemudian nelayan setempat menemukan mayatku diseret ombak ke pinggir pantai. Aku ingin bertemu dengan kematianku dengan cara yang baik, cara yang diinginkan semua orang, mati dengan cara yang mengesankan sambil tersenyum.
Fiuuhhh dingiin
Aku tiba-tiba merasa dingin ini jadi sejuta kali lebih dingin..lalu mendadak aku ingat Dia
Adakah Tuhan mendengarku?
Kasihankan Ia padaku?
Ah..aku masih ingat beberapa hari yang lalu yeah mungkin…karena aku tak ingat lagi kapan..

Aku-Maureen Ashley-sang Artist berbakat Multi Talenta yang cantik, yang popular, sukses dan sempurna begitu bersemangatnya untuk berangkat ke Singapura pagi itu untuk launching film terbaruku yang premier di sana. Aku masih ingat bagaimana bangganya aku dengan diriku sendiri pagi itu dan prestasi-prestasi yang telah kucapai sehingga bisa sesukses sekarang ini.
Siapa yang tidak kenal aku, Maureen Ashley gadis keturunan Indo-Puerto Rico yang cantik. Punya koneksi kelas satu, pemain film, penyanyi, penulis Film, produser sekaligus sutradara film yang meskipun usiaku masih 25 tahun namun film-film hasil tangan dinginku sudah berulang kali memenangkan ajang berkelas Internasional. Begitu juga dengan film-film yang kubintangi, namun belakangan ini aku lebih menyibukkan diri dengan mengurusi film dan tidak lagi ikut bermain di dalamnya. Aku suka bekerja independent-tanpa di interupsi oleh siapapun karena aku tahu hasil pemikiranku spektakuler sebagai seorang pekerja seni.
Agamaku islam tapi aku sama sekali belum pernah sholat dan tidak tahu caranya, aku produk yang berasal dari keluarga broken home. Umur 14 tahun aku sudah hamil diluar nikah dan menggugurkan kandunganku dengan bantuan dukun kampung dan pacarku tersayang melarikan diri.
Lalu aku ditinggalkan ayahku untuk kembali ke negerinya Puerto Rico, aku si Maureen kecil akhirnya menyusul ibuku ke Jakarta. Disana Ibu dibekerja disalah satu diskotik murahan kelas teri sebagai penyanyi. Aku remaja tumbuh disana diantara gegap hangar bingar lampu kelab malam. Aku yang cantik dan pintar tentu saja menarik perhatian orang-orang, aku bisa mengumpulkan banyak uang dalam semalam dengan tipu dayaku lalu kabur begitu saja untuk bersenang-senang dengan teman-temanku dan pacar-pacarku yang tak terhitung jumlahnya.
Usia 19 tahun akhirnya aku bisa kuliah dengan penghasilanku sendiri sebagai model. Aku kuliah di kampus kelas atas mengambil jurusan Film dan menyelesaikannya empat tahun kemudian dengan hasil yang sangat baik. Selain itu karirku di dunia model dan iklan makin menanjak demikian juga akhirnya tawaran main Film silih berganti menghampiriku. Dalam sekejap mata aku popular dan kaya.

Itu masa laluku yang mengerikan, kalau kuingat-ingat memang aku harus bayar mahal untuk semua itu. Tubuhku ini sudah seperti sampah busuk, tapi apa pentingnya kesucian untuk sebuah popularitas? Aku bisa melakukan apa saja untuk mendapatkan semua yang kuinginkan, menipu, memeras, menikam dari belakang atau apa saja asalkan niatku terlaksana. Aku memang punya otak yang cerdik dan licik hm..
Di sini angin semakin membekukanku..aku terpaksa menelungkupkan wajahku di air untuk sekuat tenaga berusaha mengingat lebih jelas.

Lalu di hari naas itu aku tiba di bandara pukul sembilan pagi dan terdaftar untuk ikut naik pesawat pertama pada hari ini. Sampai di atas perairan selat malaka pesawat yang kutumpangi mendadak anjlok-lost control. Aku tak ingat lagi apapun, yang terakhir kuingat adalah ketika aku merasakan tubuhku ringan dan melayang bebas tak bertenaga seperti kapas. Tubuhku jatuh dengan kecepatan penuh melebihi pesawat supersonic kearah laut, sempat sekelebat kulihat api berkobar memerah dari badan pesawat. Pesawat itu meledak di udara dengan amat dashyat persis seperti di film-film buatanku.
Lalu akupun terbawa oleh arus sepanjang seratus kilometer, terseret, tergulung ombak dan dihempas karang pinggiran tebing sampai akhirnya berada disini.
Tuhanku…adakah Kau mendengarkan aku?

Tidakkah engkau kasihan kepadaku?? aku sekarang merasa sungguh-sungguh ingin mengenalMu Tuhan. Aku tak tahu apa-apa tentangmu!!! Selama ini dalam bayanganku sedikitpun tak pernah merasuk Engkau.

Aku iri pada Zaheera, artis berjilbab itu. Kenapa Engkau mau berkenalan dengan dia dan melindunginya sehingga hidupnya bahagia meskipun tidak sepopuler dan se-kaya aku?. Aku iri pada Ibu guru ngajiku yang miskin dan bermata teduh itu, kenapa ia bisa mencintaiMu seperti itu?. Apa bedanya aku dengan kekasih-kekasihMu itu? Kenapa sejak kecil sampai sebesar ini aku tetap tidak pernah Engkau sapa? Apa bedanya aku dengan mereka.

Aku tahu surga neraka dan aku yakin pasti tempatku adalah di kerak neraka, Maureen si pendosa akan jadi kayu bakar neraka. Yeah itu semua karena Engkau tidak pedulikan aku.
Seketika aku mendadak merasakan kemarahan yang amat sangat dengan Tuhan Sang pemilik Alam ini, aku meronta-ronta menjerit sekuat-kuatnya menahan kesedihan dan lolongan jiwaku yang sesat. Tapi tak ada yang keluar..hanya sayup-sayup nafas beku satu satu menjelang ajal. Tubuh ini sudah beku dan aku takkan sanggup lagi bertahan.

Saat itu Malaikat Izrail menarik nyawa Maureen sekuat-kuatnya, tubuh cantik itu menggelepar-gelepar tak berdaya menahan sakitnya sakaratul maut dengan cara yang amat sangat pedih.

Kematianpun menjemput Maureen Ashley detik itu.
Dengan membawa sejuta kebencian pada TuhanNya

Feedback: Hidayah itu bukan menanti tapi dicari….Maha Suci Engkau Sang Maha Pemberi Hidayah dan pembuka Pintu-pintu hati kami. Jangan jauhkan HidayahMu dari kami…



File 2 : A Last LetteR to SurVivaL

A Man in his letter
Ini Desember terakhir aku di penjara vampir para demon Skandinavia Parthlotte ini, penyiksaan bertubi-tubi ini akhirnya akan aku lewati hanya beberapa minggu lagi. Bangunan tua berdinding lembab berhantu mirip kastil yang terletak di sebelah selatan Laut Baltik ini membuatku jadi sedingin es dan bertemperamen seperti para tahanan lain yang ada disini. Mencurigakan mengerikan dan penuh kebencian.
Aku masih ingat hampir tiga tahun yang lalu saat pertama kali aku dibawa ke tempat ini. Aku mahasiswa muslim cerdas berusia duapuluh lima tahun, keturunan Palestina jurusan teknik mesin semester akhir yang sedang berusaha keras berjuang melawan ketidak-adilan yang kuterima di Universitas paling terkenal di Jerman Timur ini. Aku mempertanyakan kenapa gerak-gerikku sebagai muslim selalu dicurigai dan dipersulit, kenapa aku diintimidasi tanpa alasan dan semua tekanan tekanan ini lama kelamaan semakin membuatku muak dan akhirnya giat untuk memberontak melawan ketidak-adilan.
Akhirnya aku bergabung dengan milisi gerilyawan bawah tanah anti otoriter pemerintah yang berkoalisi dengan partai oposisi di pemerintahan. Lalu dengan kegiatan-kegiatan militer yang kuikuti aku akhirnya menjadi anggota relawan sipil revolusioner dan akhirnya aku ikut di ciduk oleh anggota agen pemerintahan dan di bawa paksa ke penjara ini. Padahal aku sama sekali belum disidangkan dan kasus ini tidak mencuat dipermukaan. Penculikan aktivis.
Awalnya hukuman yang kuterima hanya 2 tahun lalu ditambah lagi 3 tahun lagi sampai akhirnya final execution 5 tahun.
Aku tak bisa membendung semangatku untuk memberontak, aku bersumpah mereka akan membayar semua ini. Apa yang kulakukan sehingga aku harus menerima hukuman ini, aku tidak membunuh aku tidak merencanakan sesuatu yang beralasan. Aku hanya bergabung dengan kegiatan keagamaan yang dikomandoi oleh organisasi militer bawah tanah yang berjuang untuk menuntut keadilan.
Mereka akan menerima balasannya, mereka akan mendapat balasan untuk semua ini. Aku akan keluar dari sini dengan sejuta rencana yang berkecamuk dikepalaku di bulan Desember ini.
Lihat saja apa yang bisa kulakukan!!!
Smallville, 8 Dec 06

File 3 : 1 Jam bersama Puteriku

Suatu pagi aku terbangun dan mendapati seorang gadis kecil sedang duduk disisi ranjangku, aku terlonjak kaget dan spontan melompat berdiri dari ranjang.
Kenapa di kamar kostku ada anak kecil bisa masuk, apakah pintu depan tidak kukunci tadi malam, pikirku kalut sambil mengintip ke ruang tamu.
Pintu itu tertutup rapat, bahkan aku dapat melihat dari kamarku engsel besinya masih melekat di sisi pintu yang bersegel.
Darimana anak ini masuk?
Gadis kecil itu menatapku sungguh-sungguh, mengamati aku yang keheranan dengan senyuman segaris dibibirnya. Kutaksir usianya sekitar 9 tahun, matanya berwarna coklat hazel mirip mataku, kulitnya putih cerah dengan pipi merah jambu khas anak-anak. Ia seperti boneka
"Mama..." ia bicara pelan dengan senyuman yang mulai merekah
Hah?? Mama???
"Hai adik kecil, siapa namamu?" tanyaku agak gugup. Anak ini pasti salah orang, pikirku.
"Namaku Tabitha, Tabitha Gizzya.." ia tersenyum malu-malu sambil terus menerus menatapku.
"Lalu kapan masuknya ke kamar kakak? darimana masuknya?" tanyaku lagi
Tabitha kecil itu meraih lenganku dan memeluknya manja lalu menggoyang2kan kepang rambutnya yang diikat pita merah jambu dengan sebelah tangan.
"Kakak adalah Mamaku, aku datang dari masa depan.. aku ingin bertemu mama karena dimasaku mama sudah meninggal"
"Aku datang hanya untuk menemui mama dan mereka memberiku aku hanya 1jam, aku hanya ingin memeluk mama lalu sebentar lagi aku pergi"
Aku mengeryitkan dahi berusaha membuat pikiranku jadi logis.
"Mama meninggal dibunuh orang ketika aku masih bayi, kata mereka mama bisa kutemui lewat time machine labyrinth ini untuk bertemu mama dan kembali ke masa mama"
"Mereka itu siapa?"tanyaku cepat
"Mereka itu teman2ku di panti asuhan dan Ibu guru Nana..lihat ma aku membawakan foto ulang tahunku untuk mama, coba mama lihat"
gadis itu memeriksa sakunya dan menyodorkan beberapa lembaran foto berukuran photo box padaku.
Seorang anak kecil yang sedang menikmati pesta ulang tahun, balon-balon dan pita-pita warna warni, sepotong kue berhias lilin bertulis angka 8 lalu beberapa anak yang mengelilingi Tabitha dan seorang wanita berusia sekitar 35 tahun berdiri disisi si gadis kecil.
"Nana???"
Jantungku berdegup kencang melihat foto itu, itu foto Nana sahabatku aku mengenalinya dari raut wajah dan gaya berpakaiannya, tapi ia kelihatan lebih tua dan pucat.
"Itu Ibu Nana yang merawat aku ma.."
Aku nyaris hampir pingsan sanking kagetnya.
Lalu foto kedua, Tabitha sedang bergayut manja dipundak oleh seorang pria yang sangat-sangat kukenal.
"Itu Papa ma" kata Tabitha sambil memamerkan senyumnya
Aku merasakan jari-jariku mendingin, nafasku sesak. Aku melihat David-pacarku di foto itu sedang tertawa sambil menggendong Tabitha, ia kelihatan pucat dan beku namun aku masih melihat raut harapan dimatanya yang membakar seperti memberi kehidupan pada si gadis kecil.
"Ayah bulan kemarin meninggal di pertempuran.."
"Ibu Nana bilang Ayah gugur sebagai pejuang dan akan masuk surga"
Hah???
Ada perang dimasa depan
Aku bergidik, pelan-pelan meraih tangan si gadis kecil yang manis itu, pantesan matanya mirip sekali denganku..lalu rambutnya yang lurus halus bergelombang mirip David..ia memang anakku.
Lalu tanpa sadar aku memeluknya dan memejamkan mataku rapat-rapat. Memeluknya lama sekali dan ketakutan untuk melepasnya. Aku merasa ketakutan melihat masa depanku.
"Ma, hari ini aku ulang tahun yang ke 9"ia berbisik pelan di telingaku
Beberapa menit kemudian aku sudah berada di sebuah restoran siap saji dengan anakku yang datang dari masa depan, aku hampir-hampir tak pernah melepaskan pandanganku dan pengawasanku darinya. Aku punya anak.. mimpi apa aku, lalu masa depanku yang mengerikan dibunuh.. aku merasa perutku diaduk-aduk.
Aku takkan membiarkan anakku pergi, aia kan terlantar disana di masa depan yang mengerikan dimana banyak peperangan dan mungkin cuma Nana sahabatku disana yang melindunginya.
Satu menit kemudian aku berfikir untuk menelepon Nana dan berencana mempertemukannya dengan anakku.
Ponselnya Mailbox, si wanita karir perfeksionis itu pasti sedang berada di luar negeri.
Lalu sedemikian kacaukah masa depan itu sehingga Nana si wanita sukses menjadi pengurus panti Asuhan?
Tiba-tiba aku berfikir untuk menemui David, ia pasti akan kaget dan hampir tak percaya sepertiku melihat anaknya ada disini.
Ting Tong
Aku mendadak mendengar jam dinding raksasa dari dalam Hall Utama berdentang sembilan kali, sudah pukul sembilan.
Tabitha masih memeluk lenganku dan mulutnya masih penuh eskrim, ia masih sedang tersenyum dan akan mulai mengoceh ketika perlahan-lahan pemandangan di sekelilingnya menjadi jelas.
Tabitha lenyap.
Aku gelagapan dan ketakutan, tapi bahkan tak ada suara yang bisa kukeluarkan, tenggorokanku tercekat.
satu jam bersama anakku, sudah berakhir
Aku tahu itu

File 4 : Cara setan merasuki aku

Pagi hari Kulihat seorang Lelaki tampan berusia sekitar 30 tahun-an berdiri dihadapanku, ia menyodorkan tangannya kepadaku mengerling ke porche metalik di belakangnya dan memintaku pergi bersamanya.
Sejenak aku terperangah namun aku cepat-cepat menepisnya sambil tersenyum “Aku tahu kau sedang mengerjain aku” bisikku pelan. Sang lelaki tertawa lalu mendadak sosoknya yang rupawan berubah menjadi mahluk jelek agak kelabu lalu tertawa terbahak-bahak. Porche pun menghilang.
“Kau tak tergoda?” ujar setan sambil mengeryitkan dahinya yang bekerut seperti parutan
“Tentu saja tidak” balasku mengejek “Lelaki tampan dan harta takkan bisa menggodaku, setan tidak professional” tambahku menghina sembari pergi dan mulai tertawa. “Lagipula di usia seperti itu bukan seleraku, aku bahkan melihat anak istrinya didalam mobil”
Setan cemberut kesal.
Aku melihat setan datang lagi saat aku makan siang sendirian, ia menarik kursi kecil disampingku dan tanpa basa-basi langsung duduk sambil memperhatikan aku. Tampangnya jauh lebih jelek dari tadi pagi. “Kenapa kau tidak bersenang-senang?” ia mulai bicara Aku diam tak memperdulikannya sambil terus makan. “Coba ingat kapan terakhir kau bersenang-senang? Kehidupanmu makin monoton sekarang, kenapa tidak bersenang-senang” “Aku tahu kau suka live musik, kenapa kau tidak pergi saja ke klub malam untuk cuci mata dan mencari suasana berbeda” Aku mulai merasa terganggu, “Kau gila ya?” ujarku ketus.
Setan mencibir “Lihat saja, mana teman-temanmu? Kau sudah ditinggalkan sekarang, kau datang kekota asing ini sendirian untuk bekerja diperusahaan yang menguras emosimu dan membuatmu stress, lalu siapa yang tahu apa yang kau lakukan disini..kasihan sekali dirimu… ayolah sedikit bersenang-senang disana tidak apa-apa, aku tahu persis sisi gelapmu kau suka dance dan musik2 yang menghentak bukan?nah disana tempatnya, ayolah lagipula paling cuma merokok dan sedikit alkohol kau pasti menikmatinya, buka saja jilbabmu kalau merasa tidak enak..pasti kau kelihatan lebih seksi”
Amarahku memuncak “Minggir-minggir!!” sergahku kasar dan mendorong kursi kecil yang diduduki setan sehingga ia terjerembab di lantai keramik. Aku sudah siap makan lalu buru-buru pergi dan tak lupa sengaja menginjak jari2 tangan setan yang seperti daging busuk dengan sepatu hakku. “Ups, sorry.. sakit ya?” godaku sambil mencibir.
Sorenya saat aku duduk dikafe untuk minum kopi krem sambil makan kue pastry coklat bersama Regina teman sekantorku, setan datang lagi kali ini penampilannya jauh lebih kusut dan bau dari pada sebelumnya. Regina tidak mengetahui kedatangannya, aku pasang muka cemberut dan menatap dengan tatapan menghina kearah setan yang sedang tersenyum-senyum jail. Gina tak melihat kelakuanku, gadis agak chinese berkulit putih itu sibuk jelalatan memperhatikan dua orang cowok di meja seberang.
Setan mulai mendekat dan berbisik “Hei lihat temanmu itu, ia type gadis yang biasa mangkal didiskotik. Ia pasti mau saja menemanimu ke klub malam” goda setan lagi sambil mengedip. “Ayolah sedikit bersenang-senang dan takkan ada yang tahu” lagi-lagi setan menatapku memohon.
Kesabaranku habis, aku langsung mengajak Gina pulang. Setan menertawai aku.
Aku baru saja berfikir tentang cara apa lagi yang akan digunakan oleh setan untuk merayuku malam ini, benar saja setan langsung muncul mendadak dari dapur dan membuatku kaget. “Hai calon pengikutku” ia tertawa-tawa sambil menatapku berulang-ulang. “Kenapa sendirian?”ia bertanya ramah pura-pura sopan “Kasihan sekali sendirian dirumah, teman-temanmu nggak datang ya.. memang mereka itu jahat semua dan munafik, dibelakang lain di muka lain mereka menghasut dan suka iri ama kamu” “Kau tidak ingat pernah digosipin mereka waktu itu, padahal mereka sudah kau anggap sahabat tapi mereka ternyata bermuka dua, mereka sirik tuwh” “Mendingan besok jangan tegur mereka aja deh, cuekin aja biar tau rasa”
Tanpa sadar aku mengangguk setuju.
“Lalu jangan kerumah mereka, menjauh aja jangan sekali-sekali bersikap baik pada orang yang bermuka dua alias munafik” Aku mengangguk lagi. “Hati-hati sama sekelilingmu, jangan ramah-ramah mungkin mereka sedang merencanakan sesuatu yang buruk kepadamu” “Aku akan turuti nasihatmu…Ups!!!” aku kaget setengah mati Hah!!!???
"Selamat datang pengikut baruku" ujar setan sambil bersorak gembira
Lalu tak lama kemudian rombongan setang datang ke rumahku, malam itu mereka berpesta sampai pagi. Aku termenung di sudut dapur seperti es yang mencair sambil berusaha keras membaca taawuz.

(Cuma becanda)
Hati2 ama dosa2 yang kelihatannya sepele tapi bahayanya sama ama dosa besar Cerita ini fiktif belaka, cuma becanda kok, sumpeh lo hewhehehe

File 5 : Adeline, I Love you

Pukul sembilan kurang Lima belas menit

Pagi itu hari keberangkatanku ke Ujung Pandang - Pulau Sulawesi, menjalankan rutinitas hari-hariku sebagai seorang pramugari pesawat domestik salah satu maskapai penerbangan dalam negeri. Hari-hari yang biasa seperti sebelumnya, mungkin bagiku yang luar biasa dan kutunggu-tunggu adalah ketika aku diminta untuk ikut pesawat Haji- pakai kerudung plus seragam muslimah dan bisa sekalian haji atau Umrah disana ntar

Oh God.. aku tak sempat merasakannya

Namun ini bukan hari yang biasanya. Ini adalah hari kematianku, yah bisa dibilang tepatnya kurang lebih setengah jam lagi aku dan seluruh penumpang pesawat yang membawaku ini akan meninggal dengan jasad yang hancur dan tak berbentuk. Pesawat akan meledak di udara pada pukul sembilan nanti dan serpihan ledakannya akan jatuh ke laut sulawesi menjadi puing-puing kecil yang akan menjadi debu persis seperti mimpiku tadi malam.

Ah andai saja aku bisa membatalkan penerbangan ini, namun percuma aku tetap ditakdirkan untuk mati hari ini bagaimanapun cara kematiannya. Yeah persis seperti mimpiku itu.

Aku merasakan tubuhku mendingin dengan datangnya hari ini, jari-jariku sedingin es ketika pagi itu aku menyapukan make up tipis ke wajahku dan mengamati dingin pantulan wajahku dicermin toilet air port tepat lima belas menit sebelum keberangkatanku.

Aku ingat mama, tadi pagi mama begitu cantik dan lembut. Oh Ibuku kapan aku bisa melihatmu lagi? Mama yang menyiapkan sarapanku sebelumku berangkat pesawat pagi dan memaksaku untuk stay a while for breakfast dengan senyuman penuh kasihnya
"Hati-hati ya Lin, baca doa sblm berangkat" bisik mama lembut
Aku membisu tadi pagi, tak tahu apa yg harus kukatakan untuk mengucapkan selamat tinggal. Maafkan aku mama, aku belum bisa membahagiakanmu..memberimu sesuatu yang membuatmu tersenyum haru dan sejenak berbahagia karena memiliki aku. Aku belum sempat melakukan apapun untukmu mama.
Duh..bagaimana nanti kalau mama kutinggal, sehat-sehat aja ya ma..jangan sakit jaga kesehatan. Aku tak tahu harus bicara apa pada mama lagi karena bibirku beku, melihat mama saja aku sudah ingin menangis. Adik-adikku oh..sungguh aku tak tahu harus bilang apa pada kalian semua. Aku akan melakukan apapun untuk membuat kalian semua tersenyum....Jangan tangisi kematianku nanti ya
Aku akan menyusul Papa ke alam sana

Ding Dong..

Aku melihat Nancy di sudut toilet dan balas tersenyum padaku dengan gembira, ia menggoyang2kan rambut lurus hitam mengilapnya sebelum menggelungnya dengan hiasan gelungan seragam pramugari. Lalu berkali-kali mengulangnya untuk memastikan rambutnya tergelung sempurna. Nancy akan berangkat siang nanti ke jakarta dan ia tidak mati bersamaku.
Aku juga tidak pamit pada sahabatku itu
"Adeline, hati-hati ya" ujar Nancy
Aku mengangguk, merapikan tasku dan keluar dari toilet. Rasanya air port ini sejuta kali lebih dingin, lebih sepi, lebih besar dan lebih mengerikan.
Tempat mengantarkan nyawaku
Langkah sepatu hak tinggi pentofel hitamku perlahan masuk ke pelataran pesawat yang masih sepi, tubuhku beku dan menggigil. Aku memejamkan mata saat mulai menaiki tangga pesawat perlahan..satu detik..dua detik...tiga detik..
Lalu Handphoneku berbunyi mendadak, bunyi sms masuk
Ah..aku lupa mematikannya, pikirku sambil memeriksa handphone
dari Dennis,
"I Love you Adeline, hati-hati ya sayang"
Ah Dennis..maafkan aku ya, pikirku sambil menghela nafas dan mematikan handphone. Aku akan mati beberapa jam lagi dan aku tak mungkin menikah denganmu kan?? meskipun aku cinta padamu setengah mati dan mungkin di akhiratpun aku takkan bisa bertemu denganmu diantara sekian milyar umat manusia disana. Kita memang tidak akan pernah bisa bersatu..apalagi untuk menikah seperti impian kita.

Pukul sembilan kurang lima menit

Aku sudah dipesawat, semua penumpang juga telah bersiap untuk take off.. Aku bergidik..mendingin..beku di sudut pesawat.
Tuhan..maafkan aku kalau aku belum siap menemuiMu, aku belum melakukan apapun, belum melaksanakan syariat agamuMu dengan sempurna. Aku belum bisa sholat setiap hari 5 waktu karena pekerjaan ini, maafkanlah aku yang baru memikirkan agamaMu ini setelah hari2 kematianku mendekat

Pukul sembilan Lewat Lima

Pesawat yang tadinya agak ribut oleh suara2 penumpang yang mengobrol, mulai sepi. Yang kudengar hanya instruksi pemakaian safety belt dari speaker dan deru mesih pesawat yang mulai berjalan.

Pukul sembilan lewat Lima belas Menit

Pesawat melintas diatas utara laut sulawesi, kehilangan arah dan berputar-putar tak menentu di udara selama sepersekian detik, ditengah keributan dan suasana panik yang mencekam dan jeritan2 mengerikan sebelum akhirnya meldak di udara dan tubuh kami semua berhamburan menjadi partikel-partikel halus.

Love story, I love you cause u tagged me off when I die


File 6 : Cara setan merasuki Aku (Valentine Edition)

Selasa, 14 Februari 2006
Pagi hari di hari valentine yang kata orang-orang love melulu. Aku baru saja membuka pintu rumahku, mendadak kulihat seorang Lelaki tampan berusia sekitar 30 tahun-an berstelan jas hitam berdiri didepan pintu paviliunku, ia menyodorkan tangannya yang berisi sekotak cokelat berhias pita satin keemasan kepadaku dan mengerling ke arah porche metalik di belakangnya dan memintaku pergi bersamanya.
Sejenak aku terperangah namun aku cepat-cepat menepisnya sambil tersenyum “Aku tahu kau sedang mengerjain aku” bisikku pelan. Sang lelaki tertawa lalu mendadak sosoknya yang rupawan berubah menjadi mahluk jelek kusam agak kelabu lalu tertawa terbahak-bahak. Porche dan cokelat berhias pita pun menghilang.
“Kau tak tergoda?” ujar setan sambil mengeryitkan dahinya yang berkerut seperti parutan memandangiku dengan matanya yang jelek.
“Tentu saja tidak” balasku mengejek “Lelaki tampan dan harta takkan bisa menggodaku, setan tidak professional dan aku tidak akan semudah itu jatuh cinta” tambahku menghina sembari pergi dan mulai tertawa. “Lagipula di usia seperti itu bukan seleraku, aku bahkan nyaris membayangkan melihat anak istrinya didalam mobil”
Ha ha ha…
Setan cemberut kesal.
Aku melihat setan datang lagi saat aku makan siang sendirian di kafetaria kantorku, ia menarik kursi kecil disampingku dan tanpa basa-basi langsung duduk sambil memperhatikan aku dengan mukanya yang berkerut. Tampangnya jauh lebih jelek dari tadi pagi dan ia kelihatan bersemangat.
“Kenapa kau tidak bersenang-senang?” ia mulai bicara.
Aku diam tak memperdulikannya sambil terus makan.
“Coba ingat kapan terakhir kau bersenang-senang? Kehidupanmu makin monoton sekarang, kenapa tidak bersenang-senang”
“Aku tahu kau suka live musik dan keramaian, kenapa kau tidak pergi saja ke klub malam untuk cuci mata dan mencari suasana berbeda”
Aku mulai merasa terganggu dan mendadak kehilangan selera makanku, “Kau gila ya?” ujarku ketus.
Setan mencibir “Lihat saja, mana teman-temanmu? Kau sudah ditinggalkan sekarang, kau datang kekota asing ini sendirian untuk bekerja diperusahaan yang menguras emosimu dan membuatmu stress, lalu siapa yang tahu apa yang kau lakukan disini..kasihan sekali dirimu… ayolah sedikit bersenang-senang disana tidak apa-apa, aku tahu persis sisi gelapmu kau suka dance dan musik2 yang menghentak bukan?nah disana tempatnya, ayolah lagipula paling cuma merokok dan sedikit alkohol kau pasti menikmatinya, buka saja jilbabmu kalau merasa tidak enak..pasti kau kelihatan lebih seksi”
Amarahku memuncak “Minggir-minggir!!” sergahku kasar dan mendorong kursi kecil yang diduduki setan sehingga ia terjerembab di lantai keramik. Aku sudah siap makan lalu buru-buru pergi dan tak lupa sengaja menginjak jari2 tangan setan yang seperti daging busuk dengan sepatu hakku. “Ups, sorry.. sakit ya?” godaku sambil mencibir.
Sorenya saat aku duduk dikafe untuk minum kopi krem sambil makan kue pastry coklat bersama Regina teman sekantorku, setan datang lagi kali ini penampilannya jauh lebih kusut dan bau dari pada sebelumnya. Regina tidak mengetahui kedatangannya, aku pasang muka cemberut dan menatap dengan tatapan menghina kearah setan yang sedang tersenyum-senyum jail. Gina tak melihat kelakuanku, gadis agak chinese berkulit putih itu sibuk jelalatan memperhatikan dua orang cowok di meja seberang.
Setan mulai mendekat dan berbisik “Hei lihat temanmu itu, ia type gadis yang biasa mangkal didiskotik. Ia pasti mau saja menemanimu ke klub malam” goda setan lagi sambil mengedip. “Ayolah sedikit bersenang-senang dan takkan ada yang tahu” lagi-lagi setan menatapku memohon.
Kesabaranku habis, aku langsung mengajak Gina pulang. Setan menertawai aku.
Aku baru saja berfikir tentang cara apa lagi yang akan digunakan oleh setan untuk merayuku malam ini, benar saja setan langsung muncul mendadak dari dapur dan membuatku kaget.
“Hai calon pengikutku” ia tertawa-tawa sambil menatapku berulang-ulang. “Kenapa sendirian?”ia bertanya ramah pura-pura sopan “Kasihan sekali sendirian dirumah, teman-temanmu nggak datang ya.. memang mereka itu jahat semua dan munafik, dibelakang lain di muka lain mereka menghasut dan suka iri ama kamu” “Kau tidak ingat pernah digosipin mereka waktu itu, padahal mereka sudah kau anggap sahabat tapi mereka ternyata bermuka dua, mereka sirik tuwh” “Mendingan besok jangan tegur mereka aja deh, cuekin aja biar tau rasa”
Tanpa sadar aku mengangguk setuju, bersemangat.
“Lalu jangan kerumah mereka, menjauh aja jangan sekali-sekali bersikap baik pada orang yang bermuka dua alias munafik” Aku mengangguk lagi. “Hati-hati sama sekelilingmu, jangan bersikap ramah mungkin mereka sedang merencanakan sesuatu yang buruk kepadamu”
“Aku akan turuti nasihatmu…Ups!!!” aku kaget setengah mati Hah!!!???
"Selamat datang pengikut baruku" ujar setan sambil bersorak gembira.
Lalu tak lama kemudian rombongan teman-teman setan datang memenuhi rumahku tanpa ku bisa berbuat apa-apa, malam itu mereka berpesta sampai pagi. Aku termenung di sudut dapur seperti es yang mencair sambil berusaha keras membaca taawuz, berkonsentrasi dan melupakan kebencianku pada teman-temanku. Itulah satu-satunya cara untuk mengusir serombongan setan dari rumahku.
Huhuhu….

File 7 : Romantic Lies

Buat kamu inspirasiku,

Aku kangen banget ama kamu, senyummu tawamu dan apapun yang ada padamu membuatku merasa tak butuh apapun lagi selain dirimu. Kamu benar-benar cahaya dariNya yang Maha Sempurna, seperti lukisan indah tak terbatas
Ingat nggak dua tahun yang lalu kita selalu menghabiskan waktu disini dulu sepulang kerja. Saat itu usiamu masih 26 tahun dan aku 24 tahun kita memang pasangan yang sempurna, sukses dan serasi. Kita berdua sama-sama sibuk dan pulang kerja hampir jam 7 malam. Kita selalu makan malam bersama di mana-mana tergantung suasana hati dan jam 9 malam pulang ke Mess masing-masing. Begitu hampir setiap hari kecuali kamu terpaksa ngambil overtime sampai jam 9 atau 10 malam, nah kalau sudah begitu aku susah banget menghabiskan makan malamku sendirian tanpa melihat senyum kamu dan semangatnya kamu makan dan nyaris menghabiskan semua yang ada di meja hihihi dasar perut karet! tapi anehnya badanmu tetep aja bagus nggak seperti aku yg mati-matian jaga badan biar tetap serasi ama kamu hehhehe
Duh sayang.. ingat nggak waktu kita berempat nemenin sepupu kamu pacaran ampe jam 10 malam, itu pertama kalinya sepupu kamu kencan kan? dan kita semua deg-degan nunggu hasilnya, sukses ato nggak kalo nggak ga tau deh harus gimana lagi. Dan kita berdua bingung mau nungguin dimana, perasaan satu kota ini udah kita puterin deh dan akhirnya kamu ngantuk dan kita berdua kebelet ke toilet, Uh parah banget deh pokoknya. Tapi mendingan nasip kita daripada Farid yang jadi tukang kipas nyamuk nemenin sepupu kamu kencan pertama huehehhee. Kesian banget kan dia
Kota ini awalnya kubenci dan kuselalu mencari-cari cara untuk meninggalkannya, karena aku berfikir ga bakalan sudi meninggalkan hatiku disini..tapi ketika bertemu denganmu diujung bulan Desember 2006 itu, aku mendadak begitu mencintai kota ini seperti aku mencintaimu. Debu-debu dijalanan kota ini malah terlihat seperti kerlipan kristal tujuh sudut pandang, dinginnya malam yang walnya kubenci menjadi selimut yang membungkusku rapat sepanjang malam, langit malamnya yang nyaris mendung tanpa bintang terlihat kemilau keperakan di atas sana. Entah ini fatamorgana atau aku memang sedang menatap kamu ya?
Beberapa hari mengenalmu kita langsung ngerasa cocok luar dalam, apapun yang kamu suka akupun memang menyukainya. Sehingga tak ada yang perlu kita perdebatkan, kita permasalahkan dan semuanya terasa seperti cokelat kitkat yang manis banget.
Wah.. aku lupa kamu pernah protes waktu aku panggil kamu Kit Kat
"Masa aku disamain ama cokelat" ujarmu sebel
Aku ketawa aja dan sampai sekarang aku tetep aja manggil kamu Kit Kat-cokelat favoritku, karena kamu memang manis.
Lalu dimana kamu sekarang? aku merindukanmu.. pasti sekarang kamu sudah punya keluarga ya.. punya istri yang shalehah cantik dan baik dan anak-anak yang lucu-lucu. Kamu masih ingat aku nggak ya?
Kamu tau nggak sekarang aku dimana, aku sudah hampir setahun terbaring di ranjang rumah sakit ini dan vonis dokter sudah dijatuhkan padaku usiaku nyaris 1 hari lagi. Kanker darah ini menjauhkan aku darimu memaksaku melepaskanmu dan menjalani hari-hari buramku disini sendiri.. Mungkin besok aku akan mengakhiri penantian panjang yang melelahkan ini
Kamu jangan marah padaku ya, waktu dulu aku meninggalkanmu begitu saja tanpa meninggalkan pesan apapun nyaris seperti di telan bumi. Aku bukannya melakukan itu tanpa alasan, aku juga baru tahu dari dokter kalau aku menderita kanker darah dan usiaku takkan lama lagi. Aku harus meninggalkanmu, menjauhkanmu dari keadaan yang semestinya bisa kau hindari. Seandainya kamu bersamakupun aku tetap akan meninggalkanmu juga dan siapa yang akan menjagamu kelak, menjagamu dan mencintaimu seperti aku?
Karena itulah aku harus pergi, maafkan aku ya. Dalam pikiranku hanya satu meninggalkanmu berarti mencintaimu
Aku masih ingat kok ucapanmu waktu itu, kita akan menikah lalu pindah ke Jakarta karena aku yang minta pindah kesana. Kamu setuju dan minta di mutasikan ke Jakarta, seandainya aku nggak bisa minta mutasi akan cari kerjaan lain disana, mungkin di Bank atau perusahaan yang berhubungan dengan latar belakang pendidikanku. Lalu anak-anak kita kelak akan dijaga dan di beri perhatian utuh karena Jakarta menurutku berbahaya tapi kamu yakin keluarga kecil kita kelak akan baik-baik saja.
Itu cuma cerita sekarang, seperti ribuan kisah cinta lainnya di atas dunia ini yang diretas indah lalu berakhir dengan menyedihkan. Meninggalkan luka yang dalam dan entah kapan bisa bertemu lagi mungkin kelak di Akhirat sekalipun takkan pernah bersama.
Ini kisah cinta yang salah, kita seharusnya tak boleh membiarkan jiwa larut dan menyatu dengan racun cinta. Hanya Dialah pemilik alam ini satu-satunya yang pantas di cintai sehingga pasrahlah denganNya jangan menjadikan cinta di atas segala-galanya dan menuhankan cinta. Mungkin seandainya kita tidak membiarkan racun cinta larut menguasai diri kita, kejadian ini tidak akan jadi sesakit ini dan tentu saja masih ada jalan untuk menyesali dosa-dosa.
Tuhanku.. ajari aja mencintai dia dengan benar.. mencintai dia yang memenuhi kepalaku, memenuhi jiwaku dan mengambil alih seluruh kendali alam sadarku.
Izinkan aku menemui Engkau dengan cinta yang semestinya, dan tak ada keraguan untuk itu atas nama cintaMu.

File 8 : Kado Ulang Tahun Istimewa

Sabtu, 19 Desember 2007

Sore itu aku baru saja pulang dari pesta pernikahan salah seorang temanku, pestanya cukup meriah terkesan minimalis namun diramu cukup elegan. Aku cukup terkesan dengan pesta itu dan terinspirasi dengan susunan dekorasinya, hidangannya dan susanannya yang sederhana dan manis. Mungkin suatu saat jika aku menikah aku akan terinspirasi dengan pesta pernikahan Gita temenku tadi, so sweet Wedding
Pernikahan? Ah...
Namaku Rosha, aku gadis muslimah sederhana dan tak jauh berbeda dengan gadis-gadis lainnya di muka bumi. Aku berasal dari keluarga sederhana dan bekerja sebagai Staff Marketing di sebuah perusahaan Supplier cukup terkemuka dan besok hari ulang tahunku. Usiaku akan genap Tiga puluh tahun, usia yang sangat pantas untuk menikah bukan?. Tetapi jangan tanya urusan menikah denganku karena aku tidak memikirkan untuk memulainya. Aku sudah cukup lelah dengan istilah mencari cinta, mencari soulmate atau apalah namanya. Jangan dikira aku nggak berusaha untuk mendapatkannya, tapi jodoh itu masalah rezeki dan urusan rezeki yang mengatur adalah Tuhan. Aku bukannya putus harapan dan berhenti untuk berusaha tetapi kenapa setiap kali cerita cintaku selalu berakhir dengan tidak berujung..apa yang salah? dirikukah atau jodohkukah atau malah rezeki dariNya belum menyapaku?.

Bayu Aditya Putra

Aku kenal dia karena tiap hari lewat depan Mess nya kalau aku pergi kerja, dia tinggal di blok yang sama denganku tinggal. Dia sangat manis sederhana dan type cowok mapan berkharisma cowok banget. Aku selalu mengamatinya berada dirakaat syaf pertama jamaah kalau aku kebetulan pergi ke mesjid untuk sholat isya atau magrib. Ia cowok taat dan sopan dengan para wanita, ia termasuk cukup populer di blokku. Aku suka padanya dan kami sering saling lempar senyum tiap kali berpapasan. Lebih tepatnya cintaku tumbuh karena terbiasa bertemu dengannya.
Tapi setelah dua tahun mengamatinya diam-diam (dan tentu saja dua tahun bukan waktu yang sebentar untuk meyakini sesuatu yang penting) aku akhirnya memutuskan bahwa aku memang benar-benar menyukainya dan mulai berani untuk menyatakan sikap lebih tegas. Ia cowok yang baik dan aku saat itu merasa ini saat yang tepat untuk menunjukkannya perasaanku itu dengan sinyal yang manis. Feeling ku menyatakan kalau dia juga menyukaiku dan beberapa kali kami sengaja saling tunggu pulang kerja, sempat tukar cerita dan sengaja jalan bareng pulang dari mesjid, hanya itu saja memang namun itu membuatku senang bukan kepalang. Ia juga pernah bilang kalau aku manis, aku ingat saat itu wajahku bersemu merah dan pijakanku mendadak goyang karena ge-er.
Suatu sore yang manis ketika angin bertiup lembut, mendadak ia muncul di teras rumahku. Aku yang sedang menyiram bunga di beranda depan langsung menghampirinya keheranan. Ia tersenyum manis sekali masih dengan seragam kantornya lengkap dengan badge pegawai yang tergantung dilehernya. Ia memberikan padaku sebuah kertas berwarna plum berlipat dibungkus plastik bening halus beraroma kayu manis..so sweet
Tapi ternyata kertas itu..undangan pernikahannya
Aku membeku ditempatku menyadarinya, berusaha keras membuat langkahku tidak limbung. Air mataku mendadak mengalir tanpa bisa kuhentikan didepannya.
Aku tak bisa mengendalikan diriku sendiri ketika aku nyaris berteriak kepadanya.
"Aku menyukaimu! kenapa kamu menikahi cewek lain?!!!"
Saat itu aku masih berusia 22 tahun dan aku sedang mempermalukan diriku sendiri dihadapannya dan kejadian memalukan itu takkan ku lupakan seumur hidupku bahkan aku yakin sampai aku tua.
Aku masih ingat ekspresinya yang spontan kaget melihatku menangis dan nyaris menjerit lalu ibuku menarikku masuk dan dia berusaha menenangkan aku sebisanya. Malamnya ketika aku terbangun setelah menangis berjam-jam aku melihat ibuku sedang berada disisiku ia mendekati wajahku dan membisikkan sesuatu yang membuatku tenang.
"Bayu bilang dia tidak tahu kalau kamu menyukainya, kalau ia tahu mungkin ia akan memilihmu...”.

Damien Adimukti

Ia cowok berotak cerdas dan berwajah tampan. Di usianya yang saat itu baru 24 tahun-setahun diatasku-ia sudah dipercaya meimpin 100 orang pegawai yang bermacam-macam latar belakang dan usia. Dengan kecerdasannya dalam setahun ia bisa diangkat menjadi Senior Supervisor dan akhirnya sampai ia menduduki Branch Manager.
Meskipun kerapkali berpapasan dengannya dikantor karena aku dan dia kebetulan berada di lokasi yang sama meskipun dibawah perusahaan yang berbeda tapi kami tidak pernah saling menyapa. Hingga suatu hari kami bertemu di sebuah pengajian dan pulang dengan bis yang sama.
Aku tak menyangka ia beragama islam karena setahuku ia tidak pernah ke mesjid kantor dijam-jam sholat atau berpartisipasi di wirid kantor tiap jumat sore. Spontan aku menyapanya dan mengajaknya mengobrol karena sangat suprise.
Sejak itu kami jadi dekat dan sering bertukar pikiran soal apa saja, ternyata ia baru berusaha mengenal islam dan menurutnya dengan bertanya denganku ia jadi tahu lebih banyak dan bisa berdialog bebas denganku soal agama atau apa saja. Menurutku ia benar-benar berotak cerdas, sedikit saja di ajarkan ia langsung menyerap dan mengembangkannya dengan sempurna malah lebih hebat dari aku.
Intinya aku akhirnya jatuh cinta padanya tanpa aku bisa membendungnya dan aku tidak bisa menebak-nebak apakah ia juga menyukaiku atau tidak. Sampai akhirnya ia dipindah tugaskan ke Kalimantan dan meninggalkan aku mendadak begitu saja tanpa mengabari aku sebelumnya. Hanya sebuah pesan singkat yang ditinggalkannya dimeja kerjaku.
Rosha, terimakasih untuk semuanya. Kamu adalah guru terhebat bagiku.
Saat itu aku baru sadar kalau selama ini cintaku bertepuk sebelah tangan.
Abimansyah
Ia cowok biasa, sederhana dan tegas yang suka bekerja keras, ia dan aku sempat merencanakan untuk menikah. Saat itu usiaku 25 tahun dan dia 27 tahun. Sampai akhirnya rencana untuk menikah sudah jadi dan dibicarakan dengan pihak keluarga masing-masing.
Lalu terjadilah bencana itu, ayahku menolaknya dengan alasan dia bukan calon yang tepat untukku karena ia belum punya pekerjaan tetap dan suka berpindah-pindah. Aku mati-matian menjelaskan bahwa Abi adalah type lelaki yang suka bekerja keras dan tak akan menyerah begitu saja dengan keadaan sekarang, Abi juga akan melanjutkan kuliahnya ketika kami menikah nanti. Namun usahaku menjelaskan pada Ayah sia-sia, ayah menentangnya habis-habisan.
Abi marah besar padaku karena perlakuan ayahku padanya, saat itulah aku baru sadar kalau dia type orang yang mudah naik darah dan bisa melakukan apa saja untuk membuat hatinya puas.
Dalam hati aku bersyukur Tuhan menunjukkan padaku kelemahannya sebelum aku terlambat..
Beberapa hari setelah peristiwa itu Ayahku meninggal dunia karena sakit Diabetes. Kesedihan meliputi aku dan keluargaku beberapa waktu lamanya dan akhirnya untuk menemani Ibu adikku Rina beserta suami dan anaknya tinggal di rumah Ibu.
Maafkan anakmu ini Ayahku..
.........................................................................................................................................................................
Itulah beberapa lelaki yang pernah kenal dekat denganku dan aku berharap banyak pada mereka. Setelah Abi pergi aku melanjutkan hidupku tidak lagi dengan mengenal cinta atau memikirkannya sekilas. Terkadang jika semua teman-temanku dan ponakan-ponakanku yang lucu-lucu meninggalkan aku dan tertidur lelap di malam hari aku baru sadar kalau aku sendirian, aku baru sadar kalau usiaku tidak muda lagi dan sulit bagiku untuk mulai mencari lagi. Aku tiap harinya menyibukkan diriku dengan pekerjaanku sebagai Marketing Division yang sukses dari hari ke hari, aku membelikan keponakan-keponakanku, ibuku dan memanjakan teman-temanku dengan apapun yang bisa membuat mereka bahagia.
Tiap malam aku tak luput untuk bersujud di hadapannya dan mengadukan kesedihanku.
Tuhanku...mungkin jodohku tidak ada di atas dunia ini, mungkin dia sudah meninggal. Mungkin Engkau menakdirkan aku untuk hidup seorang diri di atas dunia ini tanpa pendamping karena itu Tuhanku..kumohon kuatkanlah aku untuk tetap menjalani hari-hari atas nama cintaku kepadaMu. Luruhkan kesedihanku dan jadikan semua ini menjadi rasa syukur kepada Engkau ya Rabbi...

Minggu, 20 Desember 2007

Ini hari libur dan yang istimewanya ini adalah hari ulang tahunku yang ke tigapuluh. Sudah tiga puluh tahun aku di atas dunia ini dan sudah merasakan berbagai hal yang beraneka ragam asem manis kacau pahit kelat dan semua rasa dalam kehidupan ini.
Seluruh penghuni rumah; ponakanku tersayang Putri, adikku Mirna, iparku Budi dan Ibuku tercinta masih tertidur lelap ketika pukul empat menjelang masuknya waktu subuh itu aku sedang memanggang kue brownies coklat di oven yang aroma coklat manis dan vanilanya merebak wangi ke seantero ruangan rumah. Aku ingin membuat kue ini untuk seisi rumah sebagai kejutan di hari ulang tahunku yang ke-tiga puluh.
Sejenak aku tergoda untuk memandangi diriku sendiri sekilas dari kaca kecil di seberang ruangan yang tepat berada di hadapanku, memperhatikan wajahku yang terlihat pucat tak terawat, kecantikanku yang kelihatan perlahan tapi pasti mulai agak memudar, memperhatikan tubuhku yang mulai kelihatan telah merentas waktu. Terakhir aku juga memperhatikan mataku, mata itu kini terlihat kuyu, beku, terlalu berusaha menyibukkan diri dan kelihatan sendirian. Aku masih sendirian belum memiliki pasangan hidup di usiaku yang sudah matang. Diam-diam aku membenarkan hal itu dan akhirnya bersyukur dalam hati bahwa keluargaku tidak menderaku dengan tuntutan untuk segera mengakhiri kesendirianku, Alhamdulillah mereka semua mengerti keadaanku.
Paginya aku melihat hari ini sedemikian cerahnya dan entah kenapa aku sibuk membersihkan rumah seolah-olah sedang menunggu seseorang. Berulang kali aku memastikan bahwa rumahku terlihat bersih, rapi dan sempurna lalu memeriksa bunga-bunga di teras dan memastikan rumahku terlihat rapi dan wangi.
Hari itulah aku ditakdirkanNya bertemu dengan Raditya, calon suamiku dan belahan jiwaku. Entah angin apa yang di hembuskan Tuhan pada sahabatku Dini- yang notabene adalah seorang Akhwat tutor disalah satu pengajian yang kuikuti- bersama suaminya Fadillah untuk menggerakkan hatinya membawa Raditya untuk diperkenalkannya denganku ke rumahku pagi itu tepat di hari ulang tahunku.
Aku seperti terpaku menatap sosok itu diam-diam, aku memang sudah mengenalnya cukup lama dan pernah sekali mengikuti pengajian beliau. Beliau adalah sosok kharismatik dan berilmu yang kurindukan selama bertahun-tahun, sosok yang tenang, sholeh, taat beragama, dewasa, baik dan pintar yang selama ini nyaris tak pernah terlintas dalam benakku untuk memikirkan beliau. Sosok itu terlalu jauh untuk kugapai, memikirkannyapun aku tak pernah, namun ternyata aku termasuk dipertimbangkan oleh beliau untuk menjadi calon pendampingnya. Ini semua membuatku sulit untuk percaya apakah ini mimpi atau kenyataan.
Berita baiknya ternyata kedatangan beliau untuk menemui keluargaku adalah untuk melamarku..
Kenapa ia bisa tiba-tiba hadir dalam hidupku tanpa kucari? Itulah kekuasaan Tuhan yang menggerakkan segalanya. Memang di atas dunia ini Dia Allah SWT telah mengatur segalanya untuk umatnya dan berpasrah diri mencoba bersabar dan menerima dengan hati ikhlas adalah kuncinya.
Mungkin ini semua akhir dari penantianku yang telah sekian lama dan Dia telah menjawab doa-doaku dan memberikan hadiahNya kepadaku tepat dihari ulang tahunku yang ke-tiga puluh tahun dengan cara yang amat manis.
Ketika kau pernah berfikir akan suatu kesedihan, penantian dan keputus-asaan, maka janganlah engkau sedih duhai saudariku. Berdoalah dan berpasrahlah denganNya niscaya Dia adalah yang Maha Mengetahui apa yang terbaik bagimu sudah Diasudah mengaturnya dengan sebaik-baik pengaturan yang mungkin kadang tak kau pahami. Mungkin kadang Ia membalut kebahagiaanmu dibalik kesedihan untuk membuatmu dekat denganNya, membuatmu bersyukur dan senantiasa memeliharamu dari kemungkinan untuk jauh dariNya. Buang kesedihanmu ke samudera luas mintalah padaNya Sang Pemilik Alam.

Terima Kasih Ya Rabbi atas kadonya
Rosha WardaniyahTulisan kecil di hari pernikahanku